Saya ga pernah mengira kalau konsep east meet west dalam gelaran drama dongeng sunda Sangkuriang jadi sebuah pertunjukan yang mengesankan. Kisah cinta terlarang antara Sangkuriang yang jatuh cinta pada Dayang Sumbi yang tidak lain adalah ibunya sendiri sudah saya baca sejak masih bocah dulu. Hmmm.... ada deh 30 tahun yang silam hihihi. Iya, beneran.
Para Pendukung Drama Musikal Sangkuriang |
Drama Sangkuriang di Bandung Independent School |
Tarian antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang ceritanya lagi mabuk kepayang |
Kebanyakan dongeng atau legenda, saya dapatkan dari membaca. Kalau melihat pementasannya langsung lewat drama, teater atau sejenisnya pun termasuk jarang. Nah, pertunjukan drama Sangkuriang yang saya tonton akhir pekan kemarin itu dikemas dengan cara menarik. Bukan hanya lagu This is Me dan Never Enough dari film fenomenal The Greatest Showman itu yang membuat pementasan ini jadi menarik. Komposisi penggunaan alat musim tradisonal dan modern bikin saya dan penonton lainnya di ruang auditorium Bandung Independent School (BIS) secara reflek melakukan standing applause di akhir show. It's mean, spectacular. Yeay.
Padahal nih ya, sebelum sampai ke lokasi acara, saya sempat mengalami drama ojek online yang slow respon, macetnya jalanan, saya rada maksa mamang ojol buat jalan terus menembus hujan. Deg-degan deh karena jam 15.30 saya masih di jalan sementara showtime dijadwalkan jam segitu. Duh, kalau ketinggalan ceritanya gimana? Belum lagi ga etis kayaknya datang telat ke acara. Nonton ke bioskop aja males, kan, kalau filmnya udah keburu maen?
Chritopher Brian Toomer, Kepala Sekolah BIS yang membuka Acara |
Sekitar jam 15.50 saya sampai di sana. Sempat registrasi dulu dan aknirnya bisa bernafas lega. Pertunjukan baru dimulai dengan memperkenalkan para pemai drama. Setelah melipir sebentar ke musola untuk solat Asar, saya kembali ke tribun dan menikmati pertunjukan.
Ada banyak hal yang menarik dari pementasan drama ini. Semua aktor/aktris pendukung pentas bukan pemain profesional. Melibatkan Kepala Sekolah, orang tua, murid bahkan sampai cleaning service tidak mengurangi harmonisasi kolaborasi yang dihadirkan.
Trio Diva, salah satunya ada Heni Smith |
Selain lagu This is Me dan Never Enough yang dinyanyikan trio diva dadakan, luwes dan gemulainya tarian Dayang Sumbi (diperankan oleh Narda Virelia, Runner up Miss Indonesia 2018) juga gimmick show yang melibatkan penonton. Awalnya saya dibuat sebel ketika para pelakon dedemit menghampiri tribun penonton. Hadeuh, kostum dan topeng yang mereka pake udah cukup intimidatif, ditambah aksesoris kuku-kuku panjangnya itu lho. Hiiiiy, serem. tapi saya segera meentralkan sugesti saya, dan berpikiran gini:
"Who knows, man behind the mask are cute guy!"
Hahaha... kok jadi centil? Yeeeh, daripada parno dan jadi halu terus kebawa mimpi. Hayo, gimana?
Para Dedemit, kru-nya Sangkuriang :) |
Nyatanya saya baik-baik saja. Malam hari setelah kembali ke rumah, saya bisa tidur nyenyak dan tidak terpengaruh bayangan serem dari topeng-topeng dedemit yang ceritanya jadi para jin yang membantu Sangkuriang menyelesaikan proyek sistem kebut semalam. Demi mempersunting Dayang Sumbi yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Hmmmm, ini mah emang cinta terlarang. Ya, masa nikah sama ibu sendiri, kan?
Iyes, yang jadi Sangkuriangnya ini bule |
Selesai pertunjukan, saya sempat ngobrol dikit dengan Heni Smith owner dari The Lodge Foundation yang jadi pendukung pertunjukan Sangkuriang ini. Gagasan menampilkan pentas ini dalam rangka merayakan ulang tahun yang ke 45 BIS didukung juga oleh Mr. Chris Toomer Kepala sekolah Bandung Independent School (BIS).
Heni Smith, founder The Lodge Foundation |
Baca juga tentang Camping Asik di The Lodge Maribaya
Lain ceritanya dengan pengalaman Narda, sang pemeran Dayang Sumbi. Luwes dan gemulainya Narda di panggung bikin saya kepo. Gimana sih persiapannya? Bisa semulus gitu menari? Walau punya basic suka menari, Narda yang juga alumni dari BIS ini hanya punya waktu seminggu untuk menyiapkan diri. Hal yang sama juga berlaku dengan para pendukung pentas lainnya. Seperti yang saya bilang tadi, acaranya berhasil sukses menghibur penonton. Bravo! Saya jadi nagih lagi nih pengen nonton pentas drama kayak gini. Apalagi konten yang diangkat adalah kearifan lokal. Seperti salah lagu yang dinyanyikan waktu itu. Ga cukup!
Lain ceritanya dengan pengalaman Narda, sang pemeran Dayang Sumbi. Luwes dan gemulainya Narda di panggung bikin saya kepo. Gimana sih persiapannya? Bisa semulus gitu menari? Walau punya basic suka menari, Narda yang juga alumni dari BIS ini hanya punya waktu seminggu untuk menyiapkan diri. Hal yang sama juga berlaku dengan para pendukung pentas lainnya. Seperti yang saya bilang tadi, acaranya berhasil sukses menghibur penonton. Bravo! Saya jadi nagih lagi nih pengen nonton pentas drama kayak gini. Apalagi konten yang diangkat adalah kearifan lokal. Seperti salah lagu yang dinyanyikan waktu itu. Ga cukup!
Kenapa BIS menyelenggarakan pertunjukan ini? Keinginan untuk menciptakan dan mempererat kebersamaan antara orangtua, guru, staf, alumni dan juga para siswa jadi dasarnya. Kalau pensaran kenapa saya ada di sana, itu karena acara ini terbuka bukan hanya untuk komunitas BIS tapi juga bagi para masyarakat umum seperti kita. Keren, ya?
Tentang Bandung Independent School
Bandung Independent School (BIS) yang dulunya bernama Bandung International School adalah sekolah yang berorientasi non-profit. BIS sudah berdiri sejak 1972. Bahasa pengantar yang digunakan di sini 100% bahasa Inggris. Karenanya untuk masuk ke sini ga asal masuk begitu saja. Setiap calon murid wajib mengikuti placement test yang bukan saja menguji apsek akademis tapi juga aspek kognitif dan lainnya.
Dengan rombongan belajar per kelas yang tidak lebih dari 22 orang, setiap siswa akan mendapat perhatian penuh dari 23 tenaga pengajar ekspatriat. Komposisi yang seimbang untuk mendampingi 200 orang murid dari latar 23 negara yang berbeda. Kualitas yang tidak diragukan dari lulusannya, bisa dibuktikan dengan diterimanya 90% para alumninya di Universitas bergengsi di luar negeri.
Tentang The Lodge Foundation
The Lodge Foundation adalah sebuah lembaga nir laba yang bergerak pada beberapa bidang, yaitu: lingkungan, sosial dan budaya dan pendidikan. The Lodge Foundation atau TLF bertujuan untuk Memberdayakan masyarakat dalam pelestarian lingkungan dan kebudayaan. Sementara itu untuk mendukung pengembangan budaya lokal, TLF juga membentuk sebuah komunitas sendra tari bernama Nuwala. Ada banyak anak-anak dan seniman Jawa Barat yang turut menghidupkan denyut aktivitas organisasi ini.