Quantcast
Channel: Catatan Efi
Viewing all 732 articles
Browse latest View live

Pakaian Wangi Sepanjang Hari Dengan Downy Daring

$
0
0

Aktivitas saya yang lumayan sering mobile, membutuhkan  setidaknya dua hal. Stamina yang baik biar ga ambruk karena kecapean dan pakaian (dari hijab) sampai kaos kaki yang nyaman, bersih dan wangi. Catet nih, wangi! Berhubung saya lebih banyak mengandalkan moda transport berupa OjOl alias Ojek Online, risiko pakaian terkontaminasi asap di jalan lebih gede dibanding kalau saya naik angkot, misalnya.

Dulu waktu masih kerja di perusahaan distributor spare part, setiap selesai ashar, sekitar jam 15.30, biasanya ruangan finance mulai deh tercium aroma khas, bau knalpot! Tentu saja bukan knalpot beneran yang baunya nyelonong ke sana, tapi dari pakaian sales yang masuk ke ruangan untuk laporan transaksi hari itu. Hais, awal-awal sih ya annoying, tapi lama-lama ya terbiasa. Mau gimana lagi atuh, ada? :D  Untunglah kalau staf perempuan yang smelly gitu sih,  ga ada. 

Lepas dari dunia kerja kantoran, yang mana sekarang intensitas saya naik motor (sebagai penumpang) naik lebih tinggi membuat saya kudu lebih aware memastikan pakaian saya ga smelly aneh kayak teman-teman saya dulu. Lagian perempuan itu identik dengan parfum, wangi.  Masa atuh smelly? Bisa jatuh pasaran. 

Tidak jarang, saya suka bawa parfum buat spray ulang kalau wanginya di pakaian udah hilang. Yang apes itu kalau pas lupa ga bawa parfum terus abis naik Ojol dapat driver yang helmnya smelly. Huhuhu.... saya pengen nangis kejer dibuatnya. Pashimina atau kerudung segi empat yang dipakai jadi ga karuan baunya. Terus kepikiran deh, gimana caranya biar baju yang dipakai wanginya tahan lama? Ga usah semprot ulang (biar parfum awet dan frekueni repurchase parfum berkurang hihihi...).

 Ahai, kesampaian juga. Di penghujung Juli ini saya barengan emak-emak yang tergabung di KEB mendapat undangan dari Downy untuk menjawab tantangan Downy Daring. FYI, Downy Daring ini adalah varian teranyar dari Downy yang hadir dengan formula baru yaitu Dual Parfum Capsules. Konsentrat wanginya akan terkunci di serat kain saat direndam.Oke, dari kemasan botolnya udah punya imej lux, berkelas. Tapi gimana dengan wanginya? Beneran tahan lama, ga? Harus dibuktikan!


Setelah Mbak Kaka perwakilan dari Downy yang hari itu mendemonstrasikan keunggulan Downy Daring, giliran audiens untuk membuktikan sendiri konsentrasi wanginya Downy. 

Untuk meja pertama, ada Makpuh a.k.a Mak Indah Juli dan Irma Susanti yang menjawab tantangan ini.  Dengan mencelupkan 2 handuk kecil ke dalam mangkuk berbeda, di mana yang satu berisi cairan Downy dan satunya lagi sudah disemprot dengan parfum mahal. Kemudian kedua handuk ini dikeringkan oleh hair dryer dan disetrika dalam waktu yang sama.

Hasilnya? handuk yang sudah dicelupkan ke dalam larutan Downy  masih wangi sementara handuk yang satu lagi wanginya sudah  memudar. Wow, cakeeep! Emak-emak di meja lain pun turut mencoba, dan hasilnya sama, kain yang dicelup dengan Downy tetap wangi.

Giliran saya dong untuk membuktikan sendiri di rumah. Beberapa waktu yang lalu, saya harus pergi dari rumah siang hari selepas dzuhur disambung mengikuti sebuah acara selepas azan Maghrib. Jangan sampai saya jadi malu hati ga enak body alias minder karena  pas datang ke acara terakhir itu tiba-tiba saya muncul dengan pakaian smelly. Ditambah pula yang mengundang ke acara ini adalah Mr Patrick (seorang ekspatriat berkebangsaan Belgia)  bosnya Madame Vivera -  teman saya seorang blogger juga. Tuh, kan jangan sampai deh malu-maluin.

Eh beneran, selain sesi trial tempo hari di acara yang saya ikuti, pakaian yang dikenakan termasuk pashmina yang dipakai wanginya masih nempel, bahkan ketika saya sampai ke rumah pun. Duh, makin  kesengsem  deh sama Downy Daring.
Yipiiii....  wanginya tahan lama :)

walau sudah malam , dengan pakaian yang dipakai sejak siang, tetap pede di acara karena  wanginya awet
Saya pun mencoba tips yang dilakukan teman-teman lainnya yang sudah menjadikan Downy sebagai pengganti parfum. Emang bisa? Pengiritan? Hahaha... kenapa enggak sih klau emang bisa. Sebuah kebetulan juga, ada tuh beberapa pakaian yang sudah dicuci sebelumnya tapi ga direndam pakai Downy Daring. Masa iya juga saya rendam ulang hanya biar dapat wanginya? Lama iya, dan mubazir pula. Untuk itu, saya ambil satu tutup botol Downy Daring dan mencampurnya dengan air ke dalam botol kecil berukuran + 100 ml.

Dengan parfum Downy dadakan ini, pakaian lainnya saya semprotin juga biar wangi. Tidak lupa juga saya selalu membawanya kemana-mana. Sekadar berjaga-jaga kalau apes dapet ojek online yang helmnya smelly, bisa saya netralkan dengan  campuran Downy ini. Bisa dicoba, loh :). Lumayan kan, anggaran buat beli parfum bisa diirit dan dipake buat keperluan lain hihihi... 



BnB dan Altissia: Berjejaring Memperluas Peluang

$
0
0
"Ibu kan sudah bilang dulu, kalau jurusan bahasa itu masa depannya bagus, cerah," kata Bu Epon guru bahasa Indonesia yang saya temui dalam acara reuni akbar dan tausiyah beberapa waktu lalu. Sayangnya saya tidak menyimak dengan baik ucapan Bu Epon 21 tahun silam ketika penjurusan di kelas 3 SMA dulu. 

Mau cerita nih, dulu saya sudah milih jurusan Bahasa untuk penjurusan di  kelas 3, eh dasar galau dan labil. Saya berubah pikiran dan memutuskan untuk pindah jurusan ke IPS. Mama saya dibuat kesal dan pusing dengan kepinplanan saya itu, pun Bu Emak,  wali kelas  kala itu terlihat gemes dengan rajukan saya agar diizinkan pindah haluan. Ada kalanya kita pernah menjelma jadi sosok menyebalkan bagi orang lain, ya? :D 
sumber foto: https://web.facebook.com/bnbandung?
Belakangan, saya menyadari kalau teman-teman atau orang yang saya kenal, punya skill bahasa yang mumpuni, karirnya cederung lebih sukses. Bukan itu saja, akses untuk mendapatkan informasi, berjejaring memperluas lingkar pertemanan lintas negara dan benua pun seperti satu jentikan jari. Voila, dan jalan di depan mata seakan terbentang luas.

Saya terpesona saat membaca kisah perjalanan Agustinus Wibowo - dalam bukunya Titik Nol -  yang mudah sekali beradaptasi dengan berbagai etnis dan suka bangsa di India, Cina, Afghanistan dan negeri-negeri lainnya yang dikunjungi, atau Andrea Hirata ketika nekat jalan-jalan ke Eropa walau diwarnai kisah tragis namun menggelikan dan masih banyak lagi mereka yang punya bekal kemampuan berbahasa selain bahasa ibu punya cerita menakjubkan.

Terlambat sih belum kalau seumuran saya mau ngulik lagi, masalahnya ada di komitmen. Itu saja :). Untuk saat ini saya masih keteteran untuk mengatur waktu. Mudah-mudahan ke depannya saya bisa mengatur waktu lebih baik untuk mengasah kemampuan bahasa asing saya. Maunya sih bukan hanya bahasa Inggris sebagai bahasa wajib untuk bergaul di global village alias kampung global tapi juga bahasa asing lainnya, Jerman dan Perancis.  Sementara ini keinginan saya itu masih tertahan, semoga bukan cuma jadi wacana saja.

Waktu diajak untuk hadir ke acara Gathering Business Networking Bandung (BNB) yang digelar oleh Altissia pada 10 Agustus 2017 lalu saya tidak menyia-nyiakannya. Altissia sendiri adalah sebuah platform pembelajaran bahasa yang berbasis di  University Campus  Louvain-la-Neuve, Belgia. Altissia sudah mengembangkan pasarnya di negara-negara Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Amerika Selatan dan tentu saja Indonesia yang menyasar peserta   untuk  segmen bisnis, seperti kalangan profesional, pengusaha/perusahaan dan akademisi. Di sini mereka difasilitasi untuk mempelajari 6 bahasa internasional. Keenam bahasa yang bisa dipelajari adalah  Inggris, Spanyol, Perancis, Jerman, Belanda dan Italia.

Agar tidak mudah menguap, sebenarnya belajar bahasa itu lebih efektif kalau diaplikasikan langsung lewat ineraksi langsung. Apalagi dengan diberlakukannya MEA dan pasar  global terbuka, mau tidak mau jurus kepepet akan membuat kita menggunakan bahasa asing yang sudah dipelajari lebih intens. Adanya channel untuk itu salah satunya adalah dengan mengikuti  Business Networking Bandung itu tadi.

Pada malam itu juga, Patrick Loge selaku Managing Director Altissia menyampaikan sambutannya. Bandung dipilih sebagai tempat penyelenggaraan event ini karena merupakaan kota besar di Indonesia yang sedang berkembang dengan pesat dan menciptakan peluang-peluang diyakini juga akan menciptakan hal-hal luar biasa pada masa mendatang. Untuk edisi berikutnya masih akan ada ide kreatif lainnya yang akan dipromosikan oleh Altissia bersama Business Networking Bandung. Hmmm...saya penasaran dibuatnya. Kira-kira kejutan apa lagi, yang akan dihadirkan?
sumber foto: http://www.voxteneo.com
Sebagai informasi, sebelumnya acara BnB  sudah digelar juga pada bulan Maret 2017 lalu. Bekerja sama dengan Vox Teneo Asia, Altissia mengundang perusahaan dan pengusaha juga unsur pemerintah  dari berbagai sektor untuk mendiskusikan ide bisnis dan menjalin koneksi.  

Mengapa perlu dadakan acara  BnB? Karena:
  • Untuk Memperkenalkan  Vox Teneo Asia dan Altissia kepada masyarakat Indonesia, terutama kepada warga Bandung
  • Melibatkan calon konsumen yang  potensial
  • Memperkuat kerjasama dengan dengan pelanggan lama
Dengan adanya acara BnB ini membantu  perusahaan untuk  mengeksplorasi kebutuhan pelanggan dan untuk menciptakan peluang di masa depan disamping mendekatkan antara pengusaha dan perusahaan satu sama lain.

Kalau tidak mau kehilangan kesempatan berikutnya, teman-teman bisa  like fanpagenya di facebook: https://web.facebook.com/bnbandung 
dan jangan lupa juga untuk like fanpage Altissia



Wajah Baru Taman Cikapayang Dago

$
0
0
Waktu masih kuliah dulu, cukup sering saya melewati kawasan jalan Cikapayang yang terletak di jalan Dago bawah.  Sebelum jadi taman dulunya di sini ada pom bensin. Lumayan juga tahun 2000an kawasan ini termasuk titik hectic dengan kemacetannya.  Kadang saya juga melewati kawasan ini kalau hunting baju FO bareng teman-teman yang lokasinya ga jauh dari pom bensin waktu itu.
 Taman Cikapayang
Taman Cikapayang wajah baru
Belakangan saya baru ngeh kalau taman Cikapayang yang tahun 2006 sudah diresmikan oleh walikota terdahulu Dada Rosada di tahun 2006 ini puluhan tahun silam (sekitar 1960an) sudah dikenal urang Bandung. Yaaa,  walau belum berfungsi sebagai tempat nongkrong anak-anak muda pada masanya. Dulu cuma pom bensin yang entah sekarang hijrah ke mana. Menariknya nama Cikapayang ada  hubungannya dengan cerita cinta *uhuk* 

Nama Cikapayang ini adalah gabungan dua kata Ci dan kapayang. Buah yang proses memasaknya perlu kesabaran dan kehati-hatian kalau tidal mau keracunan atau kelenger.  Makanya hati-hati kalau mabuk cinta. Bisa kelenger juga hahaha...

Buat yang tinggal di daerah Jawa Barat terutama Bandung nama-nama tempat yang berawalan Ci memang banyak. Nah kapayang sendiri kalau dalam kosa kata bahasa Indonesia itu sama dengan kepayang. Pohon-pohon Kapayang ini  bisa kita temukan di sekitar taman ini juga.  

Hayo ke mana aja kamu, Fi?  Ya sudahlah ga papa telat tau, daripada enggak. Ya, kan? So bener ya, tak kenal maka taaruf *apa sih*  
 Taman Cikapayang

Tepat di hari ulang tahun Indonesia  ke-72, yaitu 17 Agustus 2017 kemarin saya mendapat undangan untuk menghadiri acara peresmian Taman Cikapayang yang sudah direvitalisasi. Penampakan anyarnya sungguh memesona,  manglingi.   Bulatan batu besar yang ada di tengah taman mengingatkan saya pada ruas jalan di Asia Afrika dan beberapa ruas jalan lainnya di Bandung. Tipikal Kang Emil banget.  
 Taman Cikapayang
Kang Emil menandatangi peresmian Taman Cikapayang

 Taman Cikapayang
Taman Cikapayang wajah baru resmi dibuka
Taman Cikapayang yang merupakan wujud dari program CSR ini memang dalam proses perancangannya tidak luput dari keterlibatan si Akang yang doyan banget becandain para jomblowan dan jomblowati. Ide sederhana dari gimmick batu bulat ini sebenarnya bukan soal estetis saja.  Bahu jalan yang sempit dan kurangnya lahan parkir yang tersedia tidak menutup kemungkinan masih saja ada mobil yang slonong boy numpang lewat.

Batu bulat besar ini juga pernah menyelamatkan pedestrian dari ke-slonong boy-annya pengemudi mobil. Begitu kata Kang Emil waktu memberi sambutan malam itu.
 Taman Cikapayang
Splash! Air mancurnya cakep
Selain keberadaan 7  batu-batu bulat yang di tengah arena taman ini, juga ada air mancur yang sesekali muncul dari beberapa titik. Kalau pernah main ke Taman Vanda pasti pernah liat fasilitas serupa juga. Kerennya, gimmick air mancur ini baru keluar ketika para penari tarian daerah mentas di depan penonton. Surprise...!

Basah dong para penari itu?  Ya gapapa, pastinya mereka udah nyiapin baju ganti, lah. So, don't worrry ya. Mereka baik-baik aja, ga akan kabulusan alias berkeriput kedinginan. 

Bukan hanya pas peresmian malam itu saja kemunculan air mancur akan hadir di taman ini. Di hari-hari biasa pun akan kita jumpai. Siapkan kamera dan ruang memori yang cukup untuk selfie, wefie atau mengabadikan momen lainnya dalam bentuk video di sini.
 Taman Cikapayang
performa Angklung dan kostum acaranya, Bandung banget

 Taman Cikapayang
Dah lama ga lihat Ebith Beat A mentas
Dengan menampilkan Ebith Beat A yang ngerap, malam itu audiens yang hadir juga dihibur dengan performa kabaret yang bercerita tentang cerita legenda di  tatar sunda. 
 Taman Cikapayang
performa kabaret 
Konsep acara yang disusun malam itu mengusung tema yang Bandung banget selain  iringan musik angklung, upacara adat mapag ala sunda - yang mengiringi Kang Emil menyingkap tirai  yang menutupi mural yang menghiasi taman - dan kru acara yang berdandan ala lengser. Mirip prosesi adat nikahan yang menjemput pengantin pria.

Walau malam itu sedikit cape karena dari pagi sampai sore saya mengikuti acara 17an di lingkungan rumah,  sajian acara malam di taman itu cukup membantu rasa cape sedikit menguap. *yeee malah curhat*
Foto: Evi Sri Rezeki

Ke depannya Taman Cikapayang yang dilengkapi fasilitas amfiteater dengan kapasitas 300 orang ini terbuka  untuk aktivitas publik, kegitan komunitas dan seni/budaya. Yang saya simak dari paparan malam itu juga, untuk mengadakan acara di sini akan diatur bagaimana mekanismenya. Nah, yang pusing mau mengadakan acara mencari tempat,  nambah lagi deh satu alternatif spot yang keren. Siap-siap saja untuk booking, ya :) 
 Taman Cikapayang
abaikan muka lelah dan hinyainya saya

 Taman Cikapayang
maen ke sini enaknya malam ya pas cuaca cerah dan ga hujan

Kalau cuma nongkrong-nongkrong atau maen skating misalnya, kayaknya sih go head aja, mangga wae. Ga ribet harus izin segala. Saran saya, mending datang ke sini pake angkot atau moda transportasi online karena lahan parkirnya di sini pas-pasan. Jangan bikin Bandung tambah macet lah. Jangan biarkan indeks kebahagiaan urang Bandung yang peringkatnya udah meroket direcoki kemacetan yang bikin baper. Plissss.

Bagi yang belum ngeh, atau belum tau di mana lokasi taman ini, dari perempatan BIP lurus saja terus ke arah Dago sekitar 1 km. Posisinya ada di sebelah kiri, di seberang Bank BCA, di bawah fly over atau menjeda beberapa gedung sebelum Kartika Sari Dago. Nah, ketemu deh Taman Cikapayangnya.

Hatur nuhun pisan buat JNE yang sudah menyisihkan dana CSRnya merevitalisasi Taman Cikapayang ini. Seperti pantun Kang Emil malam itu: 


Bermedia Sosial dan Kepekaan Kultural

$
0
0
Kalau ada orang yang saya mau bilang terimakasih banyak sedalam laut Atlantik atau setinggi Himalaya  saat ini, dia adalah John Barger.  Sudah kenal belum? Saya sendiri baru ngeh dengan keberadaan Eyang Barger hari ini, saat mengikuti acara Flashblogging yang digagas oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hari ini, 22 Agustus 2017 di hotel Holiday inn.


Adalah paparan dari Enda Nasution sebagai salah satu narsum hari ini yang mengajak audiens untuk flashback mengingat lagi sejarah dunia blogging. Nah, John Barger ini adalah adalah seorang blogger asal negeri Mamang Sam (Uncle Sam maksudnya) yang menggagas dibuatnya platform weblog yang sekarang lebih populer dengan sebutan yang pendek saja, blog. Bayangin aja, tahun 1995 ketika weblog kali pertama dibuat orang-orang banyak yang belum mengoptimalkan pemanfaatkan komputer secanggih sekarang untuk mengakses informasi dalam hitungan detik. Eh tapi sebelum itu dia sudah aktif memanfaatkan internet untuk menulis semacam FAQs dari tahun 1989. Huaaaa,  bener-bener visioner, ya. Tengkyu pisan, Sir.


Cuma waktu itu fitur yang muncul  belum interaktif serperti sekarang. Untuk navigasinya pun masih rada ribet, harus mengakses link lain dulu untuk bisa membuka  informasi yang ingin kita baca. ya taun segitu kan Mbah Google belum lahir (terus kenapa disapa Mbah, ya?) Kurang lebih seperti ini, nih.

Bersyukurlah kita yang hidup di jaman milenia yang serba digital ini.  Transformasi teknologi yang super cepat juga membuat hidup kita seakan dalam genggaman, satu jentikan jari dan voilaaa. Semuanya langsung terpampang dari layar kecil berdimensi 5 inch, selama masih ada kuota yang memenuhi pastinya.

Sayangnya euforia di jaman digital sekarang ini tidak selalu berdampak positif. Seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, ada juga ekses negatif yang datang mengekori.  Kemunculan berita hoax, boradcasting abal-abal di grup chat, ujaran kebencian dan war-waran yang wara-wiri di media sosial lumayan bikin pening kepala. Gampangnya sih ya dicuekin aja. 

Yakin dicuekin aja? Ga kepikiran untuk mengimbangi atau malah meng-counter konten-konten negatif nan menyebalkan itu?

Dari sambutan yang disampaikan oleh Rosalita Niken Widiastuti selaku Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik  Kementerian Komunikasi dan Informatika, proporsi penulis konten dengan pihak pembaca yang memviralkan adalah 10 persen berbanding 90 persen (ten to ninety). Ngeri deh kalau kita membiarkan 90 persen tangan-tangan yang tidak membaca teliti atau melakukan cross check membiarkan berita-berita palsu, konten  yang nyerempet SARA, ujaran kebencian, radikalisme, pornografi, caci maki dan hal-hal negatif itu tadi dengan mudah tersebar hanya lewat copas atau menekan tombol Share it. 

Komunikasi dunia maya membuat orang lebih ekspresif menyampaikan gagasannya tanpa harus bertatap muka dengn audiens menjadikan nilai-nilai kesopanan dan kesantunan menjadi hal yang perlahan surut. Padahal kalau di dunia nyata, saya yakin deh,  belum tentu mereka yang gahar dan galak di tulisannya punya sikap dan rasa ucapan yang sama seperti tulisannya. Ya, ada juga orang-orang yang memang attitude dan gaya berbicaranya berbanding lurus antara dunia maya dan dunia nyata. 

Tapi kan nulis di blog atau media sosial bisa diedit loh, Fi.
Iya memang bisa diedit, tapi kalau lidah tidak bertulang, yang namanya hentakan jari yang meninggalkan  jejak lewat tulisan di blog atau media sosial jika sudah terlanjur publish alias tayang sudah menjadi milik publik.  Adanya media klarifikasi untuk meluruskan masalah atau meralat rasanya jadi sia-sia. Karenanya pikir masak-masak apakah konten yang kita sebar itu bermanfaat dan tidak akan menyebabkan serangan negara api alias hura-hara, tidak?  Menjadi bagian dari bagian masyarakat digital tanpa kita sadari menciptakan massa pengikut yang loyal atau berbalik menjauh hanya karena kepeleset jari. Nggak mau kan jadi public enemy?


Dari paparan yang disampaikan oleh  Prof Karim Suryadi  yang sehari-harinya aktif sebagai dosen di UPI dan beberapa perguruan tinggi saya tertarik dengan analogi kepekaan kultural antara orang Jakarta dengan saudara-saudara kita di Kupang,  NTT sana. Saya baru tau loh, kalau karakter tanah di sana padat dengan struktur karang yang memerlukan perjuangan ekstra untuk menggali hanya sekadar menguburkan jenazah. Sudahlah hidup terasa berat, saat mati pun ternyata masih repot. Jadi, persepsi yang kita anut belum tentu harus selalu sama dengan persepsi orang lain. 

Sebagai muslim tentunya kita mengenal, minimal pernah membaca firman Allah dalam surat  Al Maidah ayat 48:

"Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu Dijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah Diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Yang saya pahami dari ayat di atas, perbedaan yang Allah ciptakan sebenarnya bukan menjadikan kita saling bermusuhan akan tetapi saling menghargai dan menghormati dalam kerangka toleransi. Sudah banyak sejarah yang mencatat perseteruan di kalangan sendiri hanya menyebabkan yang kalah jadi arang dan yang kalah jadi abu. Ga ada yang untung dengan berantem dengan sodara sendiri apalagi kalau ternyata pencetus keributan itu karena kita sendiri tidak bijak melakukan tabayyun. Mungkin karena kita mengabaikan hal ini, yang namanya media sosial jadi terasa gaduh. Bikin pening yang berakibat putusnya pertemanan (unfriend) hanya karena kita tidak siap dengan perbedaan atau ketidakyamanan dengan sebaran informasi yang wara-wiri di timeline media sosial kita.


Padahal nih, keasikan berselancar di media sosial secara psikologis mempunyai efek positif di mana kegembiraan yang tercipta bisa meningkatkan kadar hormon oksitosin (hormon cinta) sampai 40%. Ini kurang lebih sama dengan kebahagian yang didapatkan oleh seorang bayi yang rewel dan tangisannya mereda setelah mendapatkan ASI dari ibunya. Luar biasa, ya!  

Sebagai khalifah Allah di bumi, manusia sesungguhnya dibekali Allah dengan kecerdasan akal untuk merespon perubahan yang terjadi. Jika hewan menanggapi evolusi alam dengan perubahan pada struktur organ tubuh dan fisiknya, maka sejak jaman nabi Adam as, manusia  manusia dibekali dengan kecerdasan akalnya dengan pola kebudayaan.  Apa yang terjadi di Cina tidak ama dengan di Eropa, Afrika dan belahan dunia lainnya. Makanya, kalau semua harus serba sama,  tidak akan menyelesaikan masalah karena latar belakang permasalahan pun tidak sama, kan. Contoh gampangnya ya seperti analogi struktur tanah antara Jakarta dan Kupang tadi. Ongkos mati pun terasa berat, setidaknya begitu.

Sebagai blogger yang bisa mengakses dunia media sosial, dan pencipta konten, menjadikan blog sebagai media komunikasi dengan pembaca setia memerlukan kecerdasan sosial untuk memilah dan memillih  informasi yang akan disampaikan dan tentu saja pilihan kata yang luwes, tidak menciptakan war-waran yang bikin atmosfir dunia  digital terasa panas. Lubang ozone sudah cukup lebar yang bikin cuaca bumi semakin gerah, mending kita ademkan dengan sharing yang positif dan bermanfaat. Kalau kita bisa menciptakan kebahagiaan buat orang lain,  feedbacknya seperti  gema yang memantul kembali pada kita. Kita ngomong baik yang gemanya baik lagi. Ga akan tertukar. Beneran, deh.

Mengenal Beberapa Karakter dan Insting Kucing

$
0
0
Memberi nama Pipit pada anak kucing adalah ide dari adik saya yang namanya juga sama, Pipit. Dua saudara lain dari Pipit versi kucing juga diberi nama  adik saya yang lainnya, Nanan dan Hasnah. Kesannya kurang kreatif gitu, ya? Kayak ga ada nama lagi aja buat kasih nama kucing-kucing kampung yang dengan senang hati numpang tinggal di rumah saya hahaha... Enggak segitunya juga, sih. Saya sudah nyooba ngasih nama lainnya, tapi sepertinya anak-anak kucing itu lebih suka disapa dengan nama manusia. Ya sudahlah, saya ngalah aja.

Belakangan tidak lama setelah lebaran, saudaranya Pipit  yaitu Nanan dan Hasnah mati Hiks hiks.. sedih, ga bisa menjaga mereka dari penyebab kematian yang entah kenapa. Hasnah ditemukan sudah tidak bernyawa dengan mulut berdarah, sedangkan Nanan tewas terlindas mobil.  

Sekarang ini Pipit yang akhirnya saya panggil Pitbul (Pipit berbulu bisa juga artinya Pipit Gembul) tinggal sendirian saja di rumah. Sebelumnya sih ada emaknya, si Emeng yang entah kenapa memusuhi anaknya ini. Saya pikir hanya untuk menyapih saja tapi bahkan setelah itu pun tetap saja dimusuhi.  Apa karena Pitbul ini juga betina, ya? Bulu yang cantik dan muka menggemaskan bisa jadi ancaman juga bagi si Emeng yang doyan berpetualang cinta (halah). Sama seperti manusia, Kucing juga punya rasa dan ego loh.

Nih, beberapa kelakuaan dan insting kucing yang saya temukan pada  Emeng dan Pitbul:

Tidak suka suara yang mendengung atau berdesing

Kalau saya sedang menyalakan blender/juicer atau mengeringkan rambut dengan hair dryer pas kebetulan ada Emeng, dia akan menegakkan kepala dan telinga yang siaga penuh. Tatapan matanya terlihat gusar dan sebal, alias enggak suka. Barulah setelah noise-nya reda, dia akan meringkuk, menggelung tidur kembali. Saya pernah isengin kembali menyalakan hair dryer, eh Emeng bangun lagi dan menatap sebal hahaha... Hal yang serupa dilakukan juga oleh Pitbul. Like Mother like Daughter.
tatapan jutek, lagi ga suka diganggu. 

Mengeong Resah

Waktu anak-anaknya mati, Emeng belum sadar kalau anak-anaknya sudah tiada. Hanya saja satu waktu dia mengeong kayak mau nangis mencari anak-anaknya yang ga tau ada di mana. Entah ngerti atau tidak waktu saya kasih tau kalau anak-anaknya sudah mati. Dia terus mengeong sampai cape dan berhenti dengan sendirinya.

Ngemodus

Yes, sama kayak manusia, kucing juga bisa ngemodus. Saya paham ketika Emeng atau Pitbul mengelus-ngeluskan kepalanya ke kaki. Bukan manja pengen dipangku tapi lagi merayu minta makan. FYI Emeng ini jual mahalnya selangit. Ga suka dipangku atau diajak bercanda. Judesnya ngalahin manusia. Kalau level laparnya sudah mentok, mereka akan mengeong gaduh.  Di lain waktu, kalau lagi rampus (rakus) sudah dikasih makan pun masih minta lagi. Body sih kucing kampung, selera makan, kayak anak macam abis dipingit seminggu (emang pernah ngurus anak macan, Fi?)

Memberi Makan

Satu waktu saya pernah mergokin si Emeng menggondol bangkai tikus kecil dan disodorkan pada anak-anaknya. Yaiik... Meeeeng! Ngajarin berrburunya apik dikit napa? Gitu omel saya.  Kasih di halaman kek,atau di mana lah. Jangan di dalam rumah pokoknya. Kalau bangkainya nyisa, kan males bersihinnya.  -_-. Di lain waktu saya pernah mergokin juga Si Emeng dan anak-anaknya ngegaratakin lemari makan secara berjamaah. Ikan bandeng yang masih utuh dan belum disentuh manusia penghuni rumah akhirnya diiklhaskan buat  ganknya Si Emeng.  Hadeuh,  dasar kucing!

Suka Iseng

Salah satu alasan yang bikin saya suka kucing sejak bocah dulu adalah karena mereka mahluk lucu. Walau kadang nyebelin, buat saya lebih banyak lucunya. Tertarik dengan sesuatu yang bergerak kadang riweuh sorangan (sibuk sendiri) bermain-main dengan benda yang ditemuinya, ngajak becanda dengan cakaran kecilnya (sungguh  walau lucu kalau udah maen cakar-cakaran saya ga mau ngeladenin kalau ini) sampai-sampai beauty blender buat muka punya saya jadi ga karuan. Kyaaaa... saya kudu belanja lagi ni, mah.
kelakuan Pitbul main-main dengan beauty blender saya.

PW alias Posisi Wuenak

Bukan cuma manusia aja, kucing juga punya posisi wuenak versi mereka.  Tidak diizinkan numpang tidur di kasur di kamar saya, Pitbul dengan santai dan cueknya menggeletakan tubuhnya sesuka hati di kasur adik saya. Lain waktu saya pernah mendapatinya tidur dengan posisi ajaib di meja printer.  Gimana dengan kursi? Jangan ditanya, ini adalah wilayah kekuasaannya paling favorit. Kapan pun dan di mana pun.

Apik dan Resik

Konon  kucing itu ga perlu dimandikan karena lidah mereka yang suka menjilati bulu-bulunya itu udah steril. Subhanallah, ya. Eh tapi jangan ditiru jilatin badan sendiri kalau males mandi. Cape, jelas. Bersih? boro-boro, yang ada bau jigong (liur) :P

Dulu, waktu belum tau soal ini, saya pernah mandiin anak kucing. Sayanya jadi riweuh, karena anak kucing yang saya mandiin gusar dan berontak. Ga mau kalah dan hilang akal, saya tutup pintu kamar mandi biar ga pada kabur. Sambil mengeong kesal dan mencoba melawan akhirnya mereka pasrah ketika dimandikan. Drama berikutnya masih berlangsung ketika saya keringkan bulu-bulunya dengan hair dryer.  Berisik dan agak-agak panas buat mereka. Setelah tubuhnya kering, akhirnya mereka kabur dan ga mau balik lagi.  Maafin atuh lah, Meng.

Ini saya kok kayak Elmira, ya? Itu lho karakter penyayang hewan yang lebay dan bikin ilfil Bugs Bunny bahkan Tazmanian Devil sekalipun hahaha...  Ya itu dulu, sekarang saya ga pernah mandiin lagi. Bagusnya  Emeng dan anak-anaknya apik, jarang keliatan dekil. Kecuali satu waktu saya pernah mengendus aroma bau sampah dari bulunya Pitbull. Jorok ih! Saya omelin  dan melarangnya naik ke kursi (apalagi kasur, langsung saya halau). 

Kadang lucu dan bikin pengen ngakak, di lain waktu ulah Pitbul kadang ngeselin. Tapi yang bikin saya sayang (((sayang))) sama Pitbul adalah tidak jorok pup di mana saja. Kalau tidak di luar entah di mana, Pitbul  pup di toilet. Ini sih gampang, tinggal siram aja.  Mudah-mudahan kalau sudah gede dan mulai mengenal cinta,  ga kecentilan kayak emaknya  yang dikit-dikit bunting, suka berantem dengan rival-rivalnya dan kurang tanggung jawab, karena meninggalkan bahkan memusuhi anak-anaknya setelah disapih.

Beberapa Fitur Untuk Optimalisasi Web dan Blog

$
0
0
Pernah browsing atau blogwalking dan  memerhatikan alamat web atau domain blog yang kita kunjungi diawali alamat https? Pernah dong, ya. Alamat web atau blog yang sudah diawali https adalah laman yang sudah mendapatkan perlindungan SSL (Security Sockets Layer).

Mengapa Perlu SSL?

Penggunaan SSL sangat  membantu untuk melindungi informasi yang sifatnya sangat peka agar tidak mudah dibaca tanpa pengetahuan khusus (enkripsi).  Informasi dari web/situs hanya bisa dibaca oleh server yang dituju saat mengirim informasi tersebut. Hal ini melindungi informasi tersebut dari hackers dan pencuri identitas di dunia maya. Contoh paling gampangnya adalah alamat internet banking atau onlineshop.

Kebayang kan kalau webnya tidak mendapat perlindungan khusus SSL itu. Data nasabah jadi lebih mudah dibobol dan dana di rekening bisa menghilang. Sereeeem....


Alpha SSL Untuk Blog Pribadi

Sebenarnya perlindungan extra berupa label SSL bukan hanya bisa diaplikasikan pada web perbankan, ecomerce, onlineshop macam Amazon, e-bay  atau tokopedia saja. Untuk blog pribadi pun bisa mengaplikasikan perlindungan Alpha SSL dengan biaya yang murah dan syarat yang mudah. Cuma 150 ribu saja untuk langganan satu tahun seperti yang ditawarkan oleh Qwords.com. Lebih murah dari langganan hosting bagi blog yang menggunakan platform wordpress.

Mutasi Domain dan Hosting

Nah, sekalian ngomongin blog juga, blog saya ini juga sudah menggunakan domain TLD, namun masih menggunakan bawaan platfrom dari blogpsot. Sehingga untuk biaya hostingnya gratis karena otomatis sudah satu paket  layanan dari google yang menyediakannya. Walau platform blogspot ini adalah cinta pertama saya, saat ini saya kepikiran untuk ngulik platform wordpress berikut memanfaatkan layanan hostingnya. Ada yang punya ide ga, kalau nanti saya nulis di WP  tema yang spesifik dan masih saya banget?

Untuk mutasi domain sendiri caranya sangat gampang. Setelah memastikan nama domain yang akan didaftarkan masih free alias belum ada yang memakainya. Misalnya saja dengan menggunakan layanan migrasi domain dari Qwords.com


Kita akan diarahkan untuk memproses pembayaran dan membuka akun login di Qwords. Nantinya selain untuk notifikasi dan konfirmasi pembayaran (juga tagihan perpanjangan nantinya), kita akan mendapatkan akses untuk pangaturan migrasi domain. Caranya sangat mudah dan singkat. Untuk pemula yang masih bingung bisa deh nanya-nanya sama admin customer service pada fitur  chatbox di qwords.com.  Kita bisa  bertanya kapan saja untuk bertanya hal-hal yang belum kita pahami atau ada masalah yang belum ketemu solusinya.

By the way seminggu yang lalu bareng 9 teman-teman blogger Bandung lainnya, saya memenuhi undangan untuk menghadiri syukuran ulang tahun ke-12 Qwords di kantornya yang menempati lantai 6 gedung Pos di jalan Banda, Bandung.

Saya sendiri sudah memutasikan domain blog saya dari tahun 2014 via Qwords dari blogspot.com (http://catatan-efi.blogspot.com) jadi  domain TLD   ke http://catatan-efi.com dengan biaya perpanjangan per tahun yang sangat terjangkau. Kalau dirata-ratakan sebulan, sama lah dengan harga  buat semangkuk  bakso. Murah, kan? :)

Bukan hanya layanan mutasi domain dan hosting saja yang disediakan oleh Qwords bagi pengguna web (personal/perusahaan/instansi). Selain paket SSL itu tadi, beberapa layanan lainnya yang tersedia di Qwords antara lain adalah tersedianya fitur  digital signature  dan email cloud collaboration suite (eccs) dengan paket yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Digital Signature

Untuk yang satu ini fee yang harus dikeluarkan lumayan gede, sih. 3.750.000 per tahun. Namun kelebihan dari layanan tandatangan digital yang dibeikan oleh Qwords ini lebih murah dari penyedia lainnya plus bisa diakses lebih dari satu lappy. 

Jadi misalnya ketika kita akan mengimbuhkan tanda tangan digital pada hari ini dari lappy yang ini besok dari laptop  kantor,  dengan leluasa bisa kita lakukan. Sementara untuk layanan serupa dari provider lainnya hal ini tidak bisa kita lakukan. Kalau sejak awal kita gunakan tanda tangan digital let's say dari tablet, untuk selanjutnya ya harus dari tablet itu terus. Duh ribet kan kalau semisal satu waktu lappynya ketinggalan atau  pas mengakses internet dan membutuhkan tanda tangan digital ini kita menggunakan lappy yang berbeda.

Email Cloud Collaboration Suite (eccs)

Pengin punya email ekslusif kayak email perusahaan dengan alamat domain sendiri? kalau begitu coba saja ECCS. Kita bisa memilih versi G Suite (mirip dengan gmail) atau office 365. Misalnya kalau saya bikin email dengan layanan eccs ini bisa membuat alamat email seperti efi@catatan-efi.com. Nampak keren kan, ya?

Asiknya menggunakan layanan email kolaborasi ini antara lain adalah:
  • Lebih eksklusif dan profesional (nama@domainsaya.com)
  • Kapasitas penyimpanan sampai 25GB
  • Bisa menyimpan sampai 1.000 kontak
  • Bebas upload sampai 20MB
  • Email bisa diakses via HP dan bisa dibuka secara offline (tanpa koneksi internet)
  • Bisa membka dokumen offlice alngsung via email tanpa aplikasi
  • Anti spam untuk perlindungan  dari virus malware
  • Setiap domain yang didaftarkan  mendapat SSL gratis  dari letsencrypt membuat data login jadi lebih aman
  • Biaya mulai Rp. 41.250/bulan/user
Gimana, sudah berpikir untuk mencoba mengaplikasikan SSL untuk blog/web jualannya? Bikin tandatangan digital, eccs, beli hosting/server,  nambah blog berdomain TLD atau migrasi dari provider lain ke Qwords? Bisa, kok. Sejauh ini selama saya jadi user nyaris tidak ada masalah. Kalau pun ada sedikit eror misal web saya tiba-tiba tidak bisa dibuka, tinggal colek saja customer servicenya. Dalam hitungan jam,  permasalahannya segera teratasi.

Dari Sunrise ke Sunset, Pesona Ciletuh Geopark Festival (Part 1)

$
0
0
“If you want to be reminded of the love of the Lord, just watch the sunrise.”
― Jeannette Walls, Half Broke Horses
Kalau ingin diingatkan akan kasih sayang Tuhan, lihatlah matahari terbit. 

Waktu sudah menunjukkan jam 04.00 pagi ketika mobil yang kami tumpangi  tiba di Pantai Karang Hawu, Sukabumi.  Di Pantai Karang Hawu itu kami hanya transit sejenak. Bersama rombongan Dinas pariwisata dan budaya propinsi Jawa Barat, mobil yang kami tumpangi bergerak menuju Puncak Habibi, berjarak  kurang lebih sekitar 30 menit dari titik transit tadi. 

Kenapa dinamai Puncak Habibi? Bukit yang berdiri anggun di tepian garis pantai  Cikembang ini konon adalah milik mantan Presien RI ke-3. Makanya dinamai Puncak Habibi. Selepas salat subuh, sambil menunggu matahari menampakkan dirinya, ada warung-warung berdinding bambu yang siap melayani kita. Sekadar menyesap teh manis, menyeruput kopi pahit sambil mengudap gorengan, atau kalau anakonda kecil di dalam perut sedang mengganas, bisa deh memesan semangkuk mie instan.

Berhubung  warung sudah cukup dipenuhi oleh teman-teman yang menunggu kehadiran sang surya, saya dan Yeni juga Bang Aswi memilih untuk duduk-duduk di luar warung saja. Khawatir keasikan ngobrol atau makan, malah terlewatkan momen yang jauh-jauh saya kejar ratusan kilometer dari Bandung.   Yes, di Bandung pun saya sebenarnya bisa menyaksikan matahari terbit setiap pagi, tapi menatapinya dari tepian pantai seperti waktu itu seakan punya pesona magis sendiri. Jadi, biarlah, menunda lapar sejenak asal saya bisa mengabadikan momen itu. Haish segitunya ya :).  

Jauh-jauh ke Sukabumi hanya buat menunggui matahari terbit dan tenggelam ditelan horizon pantai? ya enggak, atuh.  Hmmm..... Let's say ini semacam gimmick, bonus.  Sebenarnya tujuan utama kami mengunjungi Sukabumi pekan kemarin adalah untuk menyaksikan acara pembukaan Ciletuh Geopark Festival sebagai persiapan Sukabumi sebagai nominasi  untuk mengikuti  salah satu venue terplilih dalam ajang Unesco Global Geopark (UGG).

FYI, UGG adalah konsep yang dibuat oleh UNESCO di mana pada tahun 2004 terbentuk jaringan Geopark  Global yang beranggotakan 33 negara dengan 120 titik Geopark di berbagai belahan dunia. Keberadaan Geopark ini merupakan upaya untuk mensinergikan konsep koservasi alam dengan edukasi,  dan pertumbuhan ekonomi lokal dan regional. Nah, tahun ini adalah kesempatan Indonesia melalui pesona Sukabuminya untuk menjadi bagian dari UGG itu tadi.

Setelah puas menatapi semburat jingga pagi dan mampir sebentar di Geyser Cisolok (cerita tentang ini menyusul, ya). Sekitar jam 10 pagi kami sampai di GOR Palabuhanratu untuk mengikuti acara pembukaan Ciletuh Geopark Festival yang dihadiri sekaligus dibuka oleh wakil gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar. Ada 8 kecamatan yang menampilkan keseniannya pada kesempatan ini.  Ini baru  sebagian kecil dari kesenian yang ada di Sukabumi sana yang performanya memesona. Saya yang bisanya ogah panas-panasan karena takut item dan bertambah eksotis pun sampai abai hahaha.   


Dan ini  adalah beberapa momen yang berhasil saya abadikan. Sebagian besar nama tariannya saya lupa. -_-. Duuh, maafkan.

Yang saya suka dari para penari ini mereka tampil maksimal. Total. Bukan hanya dari kostum plus make up yang super duper colorfull dan eyecatching  saja tapi juga teriknya matahari  plus hamparan pasir yang lumayan panas siang itu lumayan menguji keteguhan.  Saluuut.






Selepas makan siang dan istirahat salat dzuhur, perjalanan kami lanjutkan ke gua Lalay lalu ke  Vihara Nam Hai Kwan SeIm Pu Sa (gampangnya lebih enak disebut Vihara Loji) sebelum malamnya menginap di kampung adat Sirna Resmi. 

Dari rumah ibadah umat Budha yang terletak di desa Kertajaya  Kecamatan Simpenan ini,  membentang tepian pantai yang kami tunggui untuk menyaksikan tenggelamnya matahari di batas cakrawala. What a beautiful moment.




Cerita ke Geyser Cisolok, Vihara Loji, Gua Lalay dan Bermalam di Kampung Adat Sirna Resmi menyusul di postingan berikutnya, ya.

3 Destinasi Wisata Menarik Di Sukabumi: Pesona Ciletuh Geopark Sukabumi (Part 2)

$
0
0
Seperti yang sudah saya bilang di posting sebelumnya,  kali ini, saya mau memenuhi janji cerita perjalanan saya jalan-jalan di Sukabumi ke tiga tempat wisata enarik di sana. Yang pertama adalah Geyser Cisolok, yang kedua Gua Lalay dan terakhir kunjungan ke  Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa. Hanya 3 tempat wisata ini saja yang kami sambangi. Ini  dikarenakan jarak dari satu lokasi ke lokasi lainnya lumayan berjauhan plus di pagi harinya kami mengikuti dulu prosesi pembukaan Festival Adat di GOR Palabuhanratu.

Geyser Cisolok

Setelah puas menikmati magisnya pesona sunrise,  kami mampir dulu ke Geyser  yang terletak di kecamatan Cisolok. Di sini kita bisa berendam di  kolam rendam yang sudah tersedia atau berendam di kamar spa khusus yang bisa menampung sampai 4 orang. Saran saya kalau mau berendam di kamar khusus enaknya berdua saja biar ga terlalu desak-desakkan di dalam. Ditambah lagi biar nantinya ga susah mencari gantungan untuk menyimpan tas, pakaian ganti atau bawaan lainnya. Kalau ingin merasakan sensasi air panas lainnya, ada juga spot terapi air panas  yang bisa kita nikmati.   

Lokasi terapi Spa di Geyer Cisolok
Suhu air di sini berkisar di angka 40 derajat celcius. Ini adalah suhu normal setelah satu malam sebelumnya diendapkan dulu, yang mana suhu aslinya bisa mencapai 90 derajat celcius! Bisa bikin kulit melepuh jika langsung dialirkan begitu saja dari sumbernya ke kolam atau kamar rendam. 
Kolam renang di Geyser Cisolok. 
Selain di Cisolok, Geyser serupa di belahan dunia lainnya hanya ada di Brazil. Sebagai orang Indonesia terlebih lagi bagi teman-teman asli Sukabumi, aset Geyser di Cisolok ini merupakan aset kebanggaan yang perlu dijaga keberlangsungannya.  Kalau dulu waktu kuliah saya dibuat mengerutkan kening apa relevansi pembangunan lingkungan  berkelanjutan dengan ekonomi, contoh seperti  lokasi wisata Geyser ini adalah contoh mudah untuk memahaminya.


Untuk masuk ke sini, pengunjung hanya dikenai tiket Rp. 2.500 saja untuk dewasa, Rp. 1.500 untuk anak-anak dan terapi Spa Rp. 35.000 pe orang. Sedangkan untuk tarif masuk kolam rendam dikenai charge Rp. 35.000.Tapi pada praktiknya bisa dinego untuk yang ini :).  Jangan khawatir dengan kondisi air yang digunakan untuk fasilitas spa. Setiap selesai digunakan air di dalam bak rendam akan dikuras. Jadi tetap higienis, ya.
spot cantik, sayang kalau tidak sempat berfoto :)

Gua Lalay

Sebelum sampai ke lokasi ini, kami suddah diingatkan kalau aroma guano alias kotoran kelelawar akan meyergap begitu sampai di mulut gua.  Dan bener aja. Aromanya ampuuun, bau sekali. Lebih dari cukup untuk mengundang rasa mual. Tapi untunglah saya ga sampai dibikin muntah,.  Padahal hari itu saya lagi direcoki kembung entah karena masuk angin, atau sindrom pra siklus bulanan atau gabungan keduanya. Saran saya kalau mau ke sini siapkan saja  masker. Setidaknya bisa membantu menetralkan aroma, agar baunya tidak terlalu menyengat.
Gua Lalay dari depan

Di sepanjang jalan menuju gua lalay banyak pohon kelapa  yang tumbuh di sini.
Lama-lama cape juga saya menahan nafas sambil memoto beberapa titik di Gua Lalay ini.  Dengan menabahkan hati dan indera penciuman, ya sudah lah saya bernafas normal saja. Alhamdulillah, hidung saya masih normal :).
Gua Lalay dari dekat, aroma guano semakin kuat tercium di depan mulut gua

danau kecil di depan gua, airnya sedang surut
Ingin melihat rombongan kelelawar keluar dari sarangnya? Mamalia saudara jauhnya Batman ini biasanya akan ramai berhamburan pada sore hari sekitar pukul 18.30.an Pastikan saja sudah stand by sekitar pukul 17.00 di sini dan cari posisi yang aman. Sebagai informasi, satu ekor kelelawar jika membentangkan sayap, lebar tubuhnya bisa mencapai satu meter. Dari hitungan satu detik, kurang lebih ada 1.000 kelelawar yang keluar dari sini.  Selama satu setengah jam, kita akan dibuat takjub (mungkin juga bercampur ngeri) menyaksikan kurang lebih satu juta mamalia malam ini berterbangan.  Jangan sampai kena seruduk mereka, ya.  
Mulut gua lainnya di samping gua utama
Kalau tidak sempat menyaksikan rombongan mereka keluar dari sarangnya, kita bisa menyaksikan kepulangan mereka pada subuh hari sampai menjelang matahari terbit.  Selain gua utama, di Gua Lalay ini juga ada empat gua kecil lainnya.  Jika di gua utama bersarang Kelelewar, biawak dan landak, gua-gua lainnya digunakan pengunjung untuk bertirakat.  Menurut cerita dari penjaga di sana, seorang pengunjung bisa betah diam di dalam kegelapan gua sampai satu minggu.

Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa

Sesi uji nyali menahan aroma guano sudah kami lewati. Destinasi berikutnya adalah Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa atau Vihara Loji yang terletak di desa Kertajaya, kecamatan Simpenan. Vihara ini juga berhadapan dengan tepian pantai, lokasi yang cantik untuk menyaksikan matahari tenggelam di batas cakrawala.  
Vihara Loji dari Depan

Sambil menantikan detik-detik sunset, saya dan teman-teman mengeskplorasi vihara ini. Ada banyak tanjakan di mana di beberapa titik terdapat belokan menuju beberapa spot kuil/altar pemujaan (ibadah), tempat istirahat semacam guest house bagi pengunjung yang kemalaman. Saya tidak sempat menghitung ada berapa total ratus anak tangga di sini. Tapi tenang saja, tidak sebanyak anak tangga di tembok Cina sana, kok. Di beberapa titik ini juga kita bisa melepas lelah sambil berfoto-foto sebelum melanjutkan eksplorasi di sana.
Salah satu altar di Vihara Loji.

Banyak anak tngga yang kita susuri di sini

Ke kanan atau ke kiri? :)

Yuuuk nanjak terus
Di salah satu altar, saya menemukan patung bunda Maria berdiri dengan anggun. Sempat tidak yakin, saya bertanya  pada petugas di sana. Dan bener aja itu adalah patung bunda Maria. Kalau teman-teman mealnjutkan eksplorasi ke titik-titik lain juga beberapa pendopo yang ada di sini. Kalau semuanya dijelalahi, nantinya akan menemukan kejutan lainnya.  Bukan hanya lukisan Nyi Roro Kidul yang bersanding dengan lukisan Prabu Siliwangi saja, kita juga akan menemukan lukisan Raja Thailand bersisian dalam satu ruangan. 

Saya juga menemukan versi lain tentang asal usul Nyi Roro Kidul yang kataya Puteri dari Raja Thailand yang mengasingkan diri ke Nusantara. Ada juga yang bilang kalau dulunya Nyi Roro kidul itu aslinya seorang laki-laki yang cantik. Karena tidak mau ambil pusing banyak yang naksir, akhirnya pergi menjauh dan sampai ke sini juga. Ternyata banyak berbagai legendanya, ya.

Kalau lukisan-lukisan Nyi Roro Kidul, saya ga mengabadikannya. Sensasi mistisnya bikin saya melewatkan bagian ini. Tapi teman-teman sudah tau kan ya seperti apa gambarannya kecantikannya.

Menurut pengelola di sini, dulunya Vihara  Loji ini masih sangat sederhana, tidak semegah sekarang. Anothai Kamonwathin (Mama Airin) yang berasal dari Thailand (sekarang sudah menjadi TNI) adalah sosok yang menginisiasi pendirian vihara ini pada tanggal 8 Agustus 2000.  Dari mimpinya ia mendapat petunjuk untuk mendirikan vihara di dua tempat. Satu vihara di Malang saat ini sudah dikelola oleh Pemda setempat dan satu lagi ya vihara ini.'
Selain relief ini, beberapa arca yang ada di Vihara Loji mengingatkan saya pada Vihara Satya Budhi di Bandung
Setiap bulan pada tanggal 1 dan 15 kalender Cina, vihara ini ramai dikunjungi wisatawan untuk beribadah. Menariknya, dibanding tempat-tempat wisata bernuansa religi lainnnya, Vihara Loji ini tidak mengenal jam buka dan jam tutup. Kita bisa datang berkunjung kapan pun kita mau.



Sabar menunggu sunset di Pantai Loji
Menjelang Maghrib setelah matahari berpamitan di ufuk barat, kami segera bersiap menuju Kampung Adat Sirna Resmi untuk bermalam dan beramah tamah dengan Abah Asep, sesepuh adat di Padepokan Sinar Resmi, juga dengan penduduk lainnya. Ceritanya menyusul di postingan berikut, ya. Ga kalah seru, loh :)

Ombaknya  sore itu tidak terlalu besar, tetap eksotik untuk dinikmati

Sunset yang cantik





World Quran Hour Meneladani Makna Quran Dengan Kasih Sayang

$
0
0
Sudah beberapa waktu ini jilid Quran saya sudah mengelupas. Kalaupun diperbaiki, tetap saja rasanya kok ga enak, ya? Dibuang? Bukan Cuma sayang tapi rasanya gimana gitu. Buat saya, Quran punyai suatu rasa yang sakral. Bukan sakral dalam arti memberi kesan magis berupa mantra-mantra. Entah lah, walau tajwid masih berantakan, lagu ngaji pun terdengar ga enakeun tapi ada saat di mana saya merasa damai, merasa kesedihan yang menyesak seakan luruh saat membaca quran. 

Namun ada kalanya (lebih sering tepatnya) juga saya merasa hambar ketika mengaji. Duh, Astaghfirullah….

Sampai kemudian ketika saya mendapat Quran baru sebagai souvenir dalam acara World Quran Hour di Masjid Pusdai, Jalan Diponegoro, Bandung. Saya merasa dicubit. Cubitan yang cukup nyelekit.

Diantara lembarannya yang penuh warna, Quran Cordoba seri Al Hufaz yang saya baca bersama ribuan jemaah yang memenuhi Pusdai pada tanggal 31 Agustus 2017 lalu terdapat salah satu caption yeng tertulis begini:
Metode 5 
Syarat utama: Fokus, Rileks dan Tidak Pegang Handphone.
Jleb, kan? Ditambah lagi dalam rangkaian tausiyah Bunda Mimin Aminah hari itu juga mengingatkan kami agar tidak terlalu dikendalikan oleh gadget.

Jadi nih saya mau kasih pengakuan. Pernah atau sering malah disela-sela ngaji pas hp saya berbunyi, setelah menamatkan satu ayat, ngajinya saya jeda dulu. Ngintip notif di HP (kebanyakan di WA) lalu lanjut lagi ngajinya. Hmmm… pantesan aja ngaji saya terasa hambar *tutup muka*

Acara World Quran Hour tahun ini adalah tahun kedua di mana pada tahun sebelumnya diselenggarakan di masjid Agung Trans, jalan Gatot Subroto. Sama halnya dengan tahun sebelumnya, jamaah yang datang dikasih satu kertas kecil. Di kertas kecil itu tercantum bagian mana yang jadi jatah kami untuk ngaji. 

Hari itu saya mendapat jatah ngaji lembar ke delapan di juz 20. Nah, saya kebagian membaca surah Al Qasas ayat 85-88 kemudian lanjut ke surah Al Anabut ayat 1 sampai 14. Secara normal, kurang dari 10 menit sudah bisa selesai (kalau suka memerhatikan video/audio muratal, rata-rata juz selesai dalam 1 jam malah ada yang selesai 40 menitan). Selain mengaji, para undangan dan jamaah hari itu menyimak tausiyah yang disampaikan oleh para narasumber secara bergantian dari jam 08.30 samapi dengan jam 11.00 WIB.

Di antara kurang lebih 3.000 jamaah yang hadir 1.000 orang di antaranya mendapat Quran gratis serta voucher umrah. Selain itu juga dibuka stand yang melayani jamaah yang ingin mewakafkan sebagian hartanya untuk penyediaan Quran bagi saudara-saudara kita yang tidak beruntung. Jangan salah loh, meski banyak tumpukan Quran yang kita jumpai di toko buku, masih banyak yang belum memiliki membaca dan bisa menadaburi Quran. Bahkan untuk masyarakat yang tinggal di perkotaan pun tidak cukup memiliki Quran satu kali. Ada kalanya harus mengganti dengan fisik yang baru karena yang sebelumnya sudah rusak atau sobek. Ya, kan? 

Asiknya Quran yang beredar sekarang selain tetap terjaga keasliannya (bahkan sampai tanda baca seperti sukun atau tanwin) juga lebih mudah dibaca dengan penanda tajwid berupa warna-warna, bahkan ada loh terjemahan yang disertai keterangan singkat tentang asal usul turunnya ayat itu (asbabun nuzul).

Selain Wakil Gubernur Jawa Barat , Deddy Mizwar yang hari itu juga datang dan menyampaikan sambutannya, beberapa asatidz seperti Abu Rabbani, Evie Effendie, Hilman Rosyad, trio kembar Hamanis dan Muzammil Hasballah.  Sedangkan yang menjadi MC hari  itu adalah Kang Daan (personel Padhyangan dan Kang Nugi dari MQ FM).

Pada hari yang sama, yakni 9 Dzulhijah 1438,  tiga juta jemaah haji dari berbagai dunia melaksanakan wuquf di Arafah. Kalau di bulan Ramadan terdapat malam lailatul qadar yang istimewa, maka di hari Arafah juga punya kedudukan istimewa. Selain bonus penghapusan dosa satu tahun ke belakang dan satu ke depan bagi yang berpuasa, pada hari ini Allah turun langsung ke Arafah bersama para malaikatnya untuk menyambut doa-doa yang dilangitkan. Duuuh merinding ga, sih?

Acara World Quran Hour yang pada hari itu juga diperingati di Jakarta mengajak umat Islam kembali menadaburi Quran lebih dari sekadar bacaan. Bukan hanya terjaga keasliannya, Quran juga masih terjaga mukjizatnya sampai sekarang. Kalau mukjizat para nabi-nabi sebelum Muhammad saw hanya berlaku pada saat itu, Mukjizat Quran tetap konsisten dan masih berlaku sampai sekarang, jadi obat bagi umat islam yang membaca dan mengamalkannya, Syifa Ulinnas

Seperti tausiyah singkat yang disampaikan oleh Evie Effendie, Obat bagi manusia. Di Arab sana, rumah-rumah sakit pasiennya sedikit karena mereka lebih menukai membaca quran sebagai penawar sakitnya. Sebuah keyaikinan yang sangat dalam, level yang luar biasa. Beda banget ya sama kita? *nunjuk muka sendiri*

Pernah baca doa khatam Quran, kan? Pada hari itujuga dibacakan doa khatam quran setelah masing-masing dari kami selesai menunaikan tugasnya membaca bagian yang sudah dibagikan tadi. Nah ada satu baris dari doa khatam quran itu yang bunyinya seperti ini:
Ya Alloh sayangi kami dengan Qur'anBagi kami Quran iman dan cahaya pentunjuk dan rahmatYa Alloh tegurlah kami bila melalaikannya dan ajarkanMujizat Al Qur'an yang menjadi sumber rezekiSpanjang malam dan spanjang siang hariJadikan Al Qur'an perisai Ya Robb Tuhan kami
Kalau kita saja ingin disayangi Allah, terus kenapa kita tidak bisa menyayangi sesama, ya? Ini loh yang fenomena yang sedang kita alami dan kita saksikan saat ini. Ada aja berita di tv atau Koran yang mengabarkan sesama kit sibuk berantem, berkelahi bahkan di media sosial pun ada aja alasan untuk debat kusir dan ehm… berakhir dengan unfriend. 

Padahal kalau kita beneran cinta sama Quran, semestinya menumbuhkan jiwa solider yang tinggi, semangat kebersamaan dan kepedulian yang tinggi. Di sisi lain saya percaya kok umat muslim termasuk yang ada di Indonesia itu punya kepekaan sosial dan jiwa humanis yang tinggi. Buktinya kalau ada berita bencana atau musibah, dompet peduli kemanusiaan ramai-ramai dibuka, bahkan banyak relawan yang sukarela terjun ke lokasi bencana untuk membantu meringankan beban.

Semoga tahun berikutnya acara World Quran Hour masih ada dan bertmbah kota penyelenggaranya dan saya juga teman-teman yang membaca tulisan ini jadi salah satu bagian di dalamnya.

Filosofi Padi dari Desa Sirna Resmi Sukabumi: Pesona Geopark Ciletuh Sukabumi (Tamat)

$
0
0
Kalau tidak salah waktu sudah menunjukkan jam 22.00 ketika mobil yang kami tumpangi tiba di halaman Kasepuhan Sinar Resmi. Saat saya memaksa mata untuk bangun dari tidur-tidur ayam karena pusing direcoki kembung, samar-samar terdengar alunan lagunya D'Masiv.

Eh beneran ini D'Masiv? Kan ini desa adat? Saya dan Yeni sempat saling bersitatap.  Ah ternyata gambaran desa adat yang kami bayangkan meleset. Bukan cuma soal alunan lagu yang malam itu kami dengar tapi kejutan demi kejutan lainnya. Identitasnya sebagai desa adat tidak menjadikan kawasan berpenduduk sekitar 300 jiwa ini menutup diri dari keriuhan modern. Desa Adat Sirna Resmi bener-bener bikin surprise.

Kami sowan sebentar di Kasepuhan Sinar Resmi dan bertemu dengan sesepuhnya, Abah Asep. Setelah itu. sebagian dari kami ditemani salah satu stafnya Abah (lima orang peserta perempuan dan 3 peserta laki-laki dari rombongan)  berjalan kaki menuju  pesanggrahan untuk menginap di sana. Sementara sisa dari rombongan  yang seluruhnya laki-laki tinggal di Kasepuhan.

Sepanjang kurang lebih 200-300 meter berjalan kaki, rumah-rumah yang kami lewati adalah rumah-rumah panggung tradisional berdinding bilik. Tipikal klasik dari desa yang masih sederhana. Sambil memaksakan mata  lebih melek, saya menyusuri jalan yang bisa di lalui 2-3 orang.

Kejutan kedua malam itu adalah ketika kami ditunjuki kamar yang akan ditempati. Ternyata bukan tempat tidur yang 'ngampar' di lantai.   Ada dua kamar dengan kasur yang sangat nyaman. Ini sih, bukan sederhana atau bersahaja. Rasanya seperti nginap di resort-resort.  Begitu juga dengan toiletnya. Satu dari kamar mandinya dilengkapi dengan toilet duduk. Sementara dapurnya masih sederhana, dapur ala pedesaan yang masih mengusung konsep perapian. Ah, hommy banget deh. Jadi kangen dengan masa kecil dulu, saat pulang ke lembur (kampung halaman) masih ada perapian dengan suluh (kayu) sebagai bahan bakarnya.

Saya dan Yeni tidur di satu kamar yang sama. Sementara 3 peserta lainnya (perwakilan dari disbudpar dan 2 rekan media online)  tidur di kamar sebelah dan 3 peserta laki-laki tentunya tidur terpisah, menempati kamar  di lantai 2. 

Setelah mencuci muka dan gosok gigi, saya segera menggelungkan tubuh di kasur saking capeknya. Walau dingin cukup terasa dari udara yang menyusup lewat dinding bilik malam itu, saya merasa nyaman tidur sampai subuh. Bahkan saat adzan subuh saya masih terlelap :). Kombinasi kecapean,  kamar yang nyaman dan udara yang dingin.

Pagi hari setelah salat, kami disambut oleh Ambu (ibunya Abah). Seorang wanita yang bersahaja, ramah, supel sekali membuat kami tidak merasa kagok. Gorengan, teh dan kopi (desa Sirna Resmi sudah memproduksi kopi sendiri loh) tersaji di ruang tamu, menemani kami  ngopi pagi sebelum makan pagi. Saking nyamannya ngobrol dengan Ambu, saya sampai lupa bertanya siapa namanya.
ruang makan di pesanggrahan 
Sebelum kembali bergabung dengan rombongan untuk makan pagi di gedung utama Kasepuhan Adat, kami sempat berfoto dulu dengan Ambu. Tuh, Ambu merangkul saya dan Yeni  tanpa kami minta, seakan-akan kami ini adalah anak-anak beliau. "Kalau main lagi ke Sukabumi, jangan segan mampir ke  sini, ya. Nginep aja di sini sama Ambu." Begitu pesannya. Aaaah... Mau banget, Bu....
berfoto dengan Ambu di halaman depan pesanggrahan
Dari kiri ke kanan, Yeni, Ambu, Opik dan saya.
Foto: Yeni
Pagi itu saya sarapan dengan nasi merah, sayur bayam dan sepotong daging ayam. Dapur Kasepuhan mendadak sibuk memasak untuk menjamu kami.  Selain rombongan disparbud Jabar,  saya juga melihat ada tim dari media tv yang berkunjung hari itu.

Nasi yang kami santap  pagi itu dihasilkan dari sawah milik warga Desa Sirna Resmi. Tidak membeli dari luar , juga tidak pernah menjual padi produksinya ke luar. Beberapa leuit (lumbung) beras yang tersebar di beberapa titik jadi gudang penyimpanan padi untuk penduduk kurang lebih 300an orang di desa ini.   
Pesanggrahan tampak depan
Sama halnya dengan rumah Ambu dan kasepuhan, rumah-rumah di sini juga masih bergaya klasik dengan gaya rumah panggung, sebagian rumah malah ada yang dilengkapi dengan parabola.
sebagian rumah penduduk

Walau sederhana, kolong rumah panggungnya bersih
Ngomong-ngomong soal padi, Desa Sirna Resmi ini punya filosofi yang panjang dan dalam sekali. Bukan hanya dari proses  awal menanam hingga panen tapi juga menyangkut hal-hal lain dalam keseharian warga desa ini.  Hanya menggunakan pupuk kompos untuk membantu menyuburkan padi. Tidak menggunakan pestisida untuk membasmi hama. Menariknya, sistem bertani di sini bukan hanya memikirkan bagaimana agar panennya sukses, tidak diganggu hama, tapi juga punya filosofi yang dalam.

Ketika Yeni bertanya, "gimana sih caranya agar panen padi tidak diganggu hama? Abah dengan santainya balik bertanya seperti ini: "Pernah lihat ayam bawa karung?" Tentu saja kita ga pernah melihat ayam membawa karung. Ya, kan?

Ya sudah, biarkan saja. Begitu  jawab Abah dengan santai.

Abah Asep, Sesepuh desa Sirna Resmi
3 Srikandi Desa Sirna Resmi

beras yang sudah ditumbuk, belum dipisahkan dari  kulit padi yang sudah hancur
Pantas saja, sebelumnya saya sempat memerhatikan para wanita di leuit  yang sedang menumbuk padi membiarkan ayam-ayam berkeliaran di sela-sela kaki mereka. Tiga wanita  yang usianya beragam ini asik mengobrol dengan dialek yang mengingatkan saya dengan teman-teman kuliah dulu asal Banten. Wajar saja, Desa Sirna Resmi, yang berlokasi di kecamatan Cisolok ini berbatasan dengan kabupaten Lebak.
Kalau beruntung bisa melihat isi leuit, padi-padi di sini disusun dengan rapi, tidak asal numpuk

Bingung memerhatikan leuit yang sangat tertutup dengan jalinan bilah kayu, ternyata dari sini ngambilnya :)
Balik lagi ke ayam-ayam tadi, Abah mengumpamakan soal ayam yang membawa karung itu tadi  berkaitan dengan cara-cara bertani di desa yang dipimpinnya mengatasi gangguan hewan atau hama yang bisa mengganggu panen padinya.   Serahkan saja urusannya sama yang punya ayam itu, alias Allah. Karena ayam-ayam juga punya haknya untuk mendapat makanan. 
Satu pocongan (ikatan padi) memiliki berat sekitar 3-5 kg.
 Yang terikat di panggulan bambu itu terdiri dari sekitar 20 pocongan
Di sela obrolan itu pun kami sempat ditanya seperti apa gambaran kunyit yang ada di benak saat disebutkan. Kompak  kami bilang kalau kunyit itu sejenis rimpang yang juga biasa dijadikan bumbu masak. Teman-teman juga pasti punya persepsi yang sama seperti kami, kan? Dan ternyata kunyit yang Abah maksud itu seperti ini. Tadaaaa....

ini kunyitnya
Kunyit inilah yang membantu panen padi di desa Sirna Resmi selalu sukses, aman dari gangguan burung-burung yang merecoki padi yang di tanam di sawah.  Keberadaan kunyit ini yang mengalihkan perhatian burung-burng tadi sehingga panen di desa adat Sirna Resmi sampai saat ini tidak mengalami kegagalan.  By the way, kunyit ini juga ternyata bisa diolah jadi penganan semacam kue cucur loh. Sayang, saat itu kami tidak sempat mencicipinya.

Walau bisa dibilang sederhana, sistem pertanian desa adat Sirna Resmi pernah menarik perhatian peneliti dari Eropa dan menawarkan kerjasama. Namun karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku, tawaran kerjasamanya mentah. Tidak bisa dilanjutkan.

O, ya tumpukan padi yang ada di keseluruhan leuit ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan akan padi sampai beberapa tahun ke depan. Andai terjadi paceklik pun, desa Sirna Resmi punya persediaan memadai untuk kebutuhan pangannya. Hitung saja, jika satu leuit bisa menampung 1 ton beras, maka ada berapa total beras yang dimiliki oleh penduduk desa Sirna Resmi.

Galeri Sinar Resmi 




Kemajuan teknologi sudah banyak berdampingan menyentuh desa ini. Lantak, keripik produksi asli Sirna Resmi dengan kemasan plastik yang bisa ditutup ulang dan dijual online lewat akun instagram sendiri dengan nama @lantak.sijimat.  Di galerinya sendiri sudah dijual  gula aren serbuk dengan kemasan modern juga beberapa souvenir seperti kaos dan tas anyam.

Bagaimana dengan kesenian lokalnya?   Masih ada kok. Bahkan waktu helaran pembukaan festival adat yang kami saksikan sehari sebelumnya di GOR Palabuhanratu,  ada penampilan juga dari desa adat ini.

Bermain dan berlatih kesenian 
Hal lainya yang saya ingat dari obrolan kami hari itu adalah filosofi Mageur heula memeh ngebon (memasang pagar dulu sebelum berkebun). Maksudnya adalah sebelum melakukan sesuatu, jangan lupa untuk menyiapkan segala sesuatunya dengan baik.  kearifan lokal masih dipegang teguh. Masih ada dan pantantangan dan ketentuan-ketentuan prosesi menanam padi yang masih dijalankan.

Dari obrolan kami pagi itu,  terlalu banyak kalau saya ceritakan di sini.  Kalau ingin melihat lebih dekat kehangatan dan keramahan desa adat Sirna Resmi dan Kearifan lokalnya, jangan lupa untuk mengagendakan liburan ke sini, ya.




























Review Body Milk Venus Green Tea

$
0
0
Body milk itu sama dengan body lotion enggak sih?  Tadinya saya pikir body milk dan body lotion itu sami wae, itu-itu saja. Cuma beda sebutan aja atau istilah marketing.  Yakin?  Nah ternyata keyakinan saya itu salah! Hahaha...  Haduh ke mana aja atuh? 

Ternyata body milk itu memiliki tekstur yang lebih liquid alias lebih cair  daripada body lotion. Jadi, begitu body milk kita keluarkan dari wadahnya dan dioleskan ke permukaan kulit, dia jadi lebih mudah menyerap. Buat yang ga suka dengan tekstur pelembab yang thicky alias kental dan rasanya kok usah banget atau lama nyerap, body milk ini bisa jadi pilihan.  

Selain itu body milk memiliki kandungan minyak lebih tinggi daripada body lotion. Bedanya juga lumayan, bisa sampai empat kali lipatnya. Di mana body lotion hanya mengandung 6% minyak sedangkan body milk memiliki 24% kandungan minyak. Hmmm... sound good news for me. Secara saya punya kulit yang kering. Udah mah emang suka aja miss minum air dalam jumlah yang dianjurkan.


Ngomongin body milk, dalam beberapa waktu terakhir ini saya lagi mencoba body milk dari Venus. Dulu saya taunya Venus itu cuma bedak muka aja. Eh ternyatan brand Venus dari Kimia Farma ini juga punya  produk lain. Selain bedak itu tadi (loose powder alias bedak tabur, compact powder alias bedak padat dan two way cake) ada juga facial wash, cleansing milk, toner dan itu tadi body milk. Untuk cleansing milk dan toner tersedia untuk berbagai jenis kulit. Ada yang untuk kulit normal,  kering dan berminyak. Sedangkan untuk bedak juga tersedia pilihan warna yang bisa dipilih sesuai tone warna kulit wajah.  Lengkap.

Body Milk produk Venus memiliki dua varian, yaitu Bengkoang dan Green Tea.  Body Milk dari Venus yang saat saya ini pake adalah varian Green Tea. Begitu membuka tubenya, aroma lembut teh hijau langsung terasa. Dan emang bener, loh.  formulanya light, ringan. Cuma beberapa detik saja sudah menyerap ke kulit, tanpa meninggalkan rasa lengket di kulit.  Syukaaaa. Apalagi seperti kita tahu kalau teh hijau itu memiliki kandungan antioksidan yang baik bagi tubuh dan kulit.

Pekan lalu saya pergi olahraga pagi bareng adik ke GOR Pajajaran.  Yang namanya udah olahraga biasanya suka berkeringat. Panas udah jelas lah.

Agar kulit ga kering, sebelumnya saya oleskan dulu body milk Venus ini secukupnya agar kulit tetap terhidrasi dengan baik. Setelah kurang lebih  satu jam muterin lapang, saya tetap merasa nyaman.  Ga merasa kulit jadi lengket ga jelas akibat kombinasi pelembab dan keringat yang nyampur.

Mengingat usia saya yang sudah mencapai 35++, produk-produk dengan kandungan antioksidan yang tinggi  bakal menjadi idola. Selain itu Body Milk Green Tea Venus juga mengandung glycerine yang berfungsi untuk:
  • Melembabkan Kulit
  • Melembutkan Kulit
  • Mengatur Keseimbangan Air
  • Mencegah terjadinya kekeringan pada kulit.
Komposisi:

Aqua, Glyceryl stearate, Stearic acid, Cetyl alcohol, Glycerine, Dimethicone, Isopropyl myristate, Cyclopentasiloxane, Fragrance, Triethanolamine, Phenoxyethanol, Cyclohexasiloxane, Ethyhexyl methoxyncinnamate, Acrylates/c10-30 alkyl acrylate crosspolymer, Metylparaben, BHT, Ethylparaben, Propylparaben, Butylparaben, Butylene glycol, Benzophenone-3. Camelia sinesis leaf extract, CI 19140, dan CI 42090
Tuh ada logo halalnya dari MUI.  

Plus

  • Aroma:  Lembut, tidak nyengat.
  • Tekstur:  Ringan, cepat menyerap
  • Kemasan:  Kemasan gressnya dilapisi alumnuimum foil,  lebih higienis.
  • Harga:   Worthed
  • Halal (ada sertifikat MUI)

Minus:

  • Ukuran: 100 ml. Agak ribet kalau dibawa  bepergian. 
  • Distribusi: Tersedia di apotek, tapi masih susah dijumpai di minimarket/swalayan 
  • Belum dilengkapi tabir surya ,  kalau mau panas-panasan masih perlu sunblock untuk melindungi kulit agar tidak semakin gelap

Sekilas tentang Kimia Farma:

Kimia Farma merupakan perusahaan industri farmasi pertama yang ada di Indonesia. Kimia aFrma didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817, dengan nama awalnya NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Pada tahun 1958, Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi pada beberapa perusahaan asing termasuk  NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co dengan bebeapa perusaan asing lainnya. Beberapa perusahaan yang melebur ini memiliki nama baru yaitu  PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma.

Di tanggal 16 Agustus 1971, PNF berganti kedudukan hukumnnya menjadi  Perseroan Terbatas, dan berganti nama: PT Kimia Farma (Persero). Status  PT Kimia Farma (Persero) pada tanggal 4 Juli 2001 berubah jadi   perusahaan publik menjadi PT Kimia Farma (Persero) Tbk.  Saat ini PT Kimia Farma tercatat di Bursa Efek Indonesia.


Perawatan Wajah dan Tubuh di Klinik Marcks Venus Aesthetics Bandung

$
0
0
Secara umum, kalau ditanya apa sih keinginan terbesar dari sebagian wanita yang ingin dimiliki dalam hidupnya? Mungkin jawaban seperti tubuh langsing, modis dan cantik jadi salah tiga dari jawaban populer. Ga boleh? Boleh, atuh, karena itu adalah kodrat. Ya, kan? Keluhan seperti perut yang ssusah langsing bahkan minum air aja bisa bikin berat badan bertambah, muka kering atau berminyak, jerawatan dan sebagainya adalah topik yang ga ada habisnya buat jadi obrolan.

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri undangan soft opening Klinik Marcks Venus  Aesthetics yang beralamat di jalan Dago No 248. Sebelum ini saya taunya Marcks itu bedak tabur wajah keluarannya Kimia Farma. Eh ternyata perusahaan Farmasi BUMN ini punya rangkaian skin carenya plus membuka kliniknya di Bandung. Tepatnya di hari Rabu,  tanggal 23 Agustus saya hadir bersama teman-teman blogger Bandung yang sebagian besar adalah para Beauty Blogger. Klinik ini menempati  lantai M gedung apotek Kimia Farma Dago.


Apa yang menarik dari klinik Aesthetics Marcks Venus ini? Selain layanan kecantikan yang terjangkau (mulai dari range harga 70 ribuan saja),  jenis pelayanannya juga lengkap. Dari rambut sampai kaki. Perawatan rambut,  wajah, program sampai pelangsingan  tubuh. Asiknya lagi layanan kecantikan di sini juga aman bagi para ibu hamil dan menyusui. 





Berbeda dengan produk dasar seperti sabun muka dan bedak wajahnya, untuk krim wajah, krim malam serum dan printilan lainnya  tidak dijual bebas. Dokter-dokter di sini akan  memberikan resep krim yang sesuai dengan kebutuhan kita tanpa menimbulkan efek ketergantungan.

Catet loh, antara ketergantungan dan butuh itu beda. Jadi kalau misalnya tiba-tiba break out atau terjadi reaksi lain yang timbul setelah berhenti, maka reaksi yang timbul itu bisa dikarenakan kebutuhan kulit akan nutrisi tidak terpenuhi. Jadinya begitu, break out lah, jerawatan lah, kulit kering, komedoan dan sebagainya.

Kayak saya,  nih. Saat usia sudah 35++  (ini bukan label harga dalam satuan dolar loh hahaha), tiba-tiba saja jerawat jadi akrab dalam keseharian saya, muka kok jadi kering (padahal dulu perasaan ga gini amat) kusam dan pori-pori jadi terlihat lebih kentara. 

Saya mendapat kesempatan untuk mencoba treatment di sini berupa Intradermal Cleansing Therapy.  Saya sempat nanya-nanya sama Teteh Nurse-nya soal perawatan ini. Sambil memberikan rangkaia perawatan selama kurang lebih 1,5 jam, Tetehnya sabar banget menjelaskan. Perawatan ini ditujukan untuk memberikan rangsanngan pertumbuhan kolagen dan mencerahkan wajah.

Untuk tahapan awal, wajah saya dibersihkan dulu. Setelah itu,  dilanjutkan dengan rangkaian bionic peeling dan soft peeling.  Pada sebagian orang, untuk peeling ini mungkin bisa memberikan sesansi rada-rada cekit-cekit gitu. Tapi buat saya kurang terasa. Mungkinkah karena pipi saya yang menggembil? Hahaha.... entahlah.  Setelah duo peeling itu beraksi selanjutnya giliran wajah saya diberikan pijatan alias Massaging.

Untuk langkah  massaging ini juga saya punya catatan khusus.  Bagi yang punya riwayat jerawat, bisa jadi  setelah treatment nantinya memicu munculnya jerawat lebih banyak.  Setiap orang akan menunjukkan reaksi berbeda. Ada yang menyebabkan jerawatnya jadi lebih banyak atau tidak berpengaruh. Tapi tenang saja, setelah itu akan reda dalam beberapa hari.  Dua tahapan terakhir yang saya dapatkan kemudian adalah penyinaran dengan LED (untuk tahap ini, mata kita akan ditutupi oleh kapan atau kain dan ditutup dengan masker.

Ini wajah saya sebelum mendapatkan treatment.

Sedangkan ini setelah mendapatkan treatment


Efek dramatis glowing sih belum saya rasakan,tapi setelah treatment, kulit saya berasa lebih halus. Selain mencerahkan (cerah tidak sama denga putih loh) saya memerlukan treatment berikutnya secara berkala. Sementara itu keluhan lain untuk kantung mata, jerawat dan bruntus juga memerlukan treatment lainnya.  

Selain treatment, selama beberapa hari terakhir ini saya sedang menggunakan rangkaian perawatan dari Venus. Trio skin care ini adalah sahabat saya di pagi hari dan khususnya malam hari sebelum tidur. Kayak yang saya bilang tadi, jangan sampai cuek atau males, besok paginya saya nyesel pas liat muka jadi berantakan.  Kalau kamar perlu hitungan menit atau jam untuk membereskan, maka buat muka urusan beres-beresnya lebih lama.

Ini wajah saya sore hari, sebelum membuat tulisan ini. Ceritanya saya pulang dari Jakarta untuk sebuah keperluan.  Walau hanya mengaplikasikan pelembab dan bedak ternyata muka saya setelah dibersihkan kayak ini.

Setelah membersihkan muka dengan rangkaian cleansing milk, toner dan sabun muka, saya coba bersihkan lagi muka dengan kapas, yang hasilnya seperti ini. Kebayang kan, ya kalau saya lupa atau cuek ga membersihkan wajah.

Ini wajah saya setelah dibersihkan.

Walau cuma bedak, kalau dibiarkan menumpuk bisa menutup pori-pori dan menimbulkan berbagai masalah kulit, cepat atau lambat. Ga mau kan ya mukanya jadi ancur-ancuran.

Nah, teman-teman yang ingin mencoba perawatan di Marcks Venus Aesthetics, setelah resmi dibuka untuk umum bisa merapat ke jalan Dago alias Ir. H. Juanda No. 248. Lokasinya tepat di perempatan jalan, behadap-hadapan dengan Dukomsel. Untuk telepon bisa menghubungi 022-20532200.





Jembatan Pensil: Tentang Mimpi dan Ketulusan Seorang Disabilitas

$
0
0
Saya lupa kapan terakhir kali menangis sesenggukan saat menonton film. Ada kalanya ketika teman-teman bercerita  bagaimana mereka merasa teriris sampai terisak, saya malah tidak mengalami sedramatis  mereka. Nah, Film Jembatan Pensil yang siang tadi saya tonton sukses melelehkan air mata lebih dari separuh tayangannnya. Sisanya, saya dibuat tersenyum, kadang  diselingi  rasa mencelos karena beberapa adegan membahayakan nyawa.Terutama ketika menampilkan bagian Ondeng(Didi Mulya) dan keempat teman-temannya.

Pembuka film dibuka dengan adegan Aida (Alisia Rininta) seorang guru muda yang baru kembali dari Jakarta ke kampung halamannya di Muna (Sulawesi Tenggara). Aida kembali ke Muna untuk membantu mengajar di sekolah gratis yang dirintis oleh bapaknya (Andi Muna). Dalam  perjalanan pulang, Aida terus-terusan direcoki kecerewetan ibunya, Farida (Meriam Belina). Ketika turun dari feri, tasnya terjatuh di dermaga dan jatuh ke air laut. Beruntung ia bertemu dengan Pak Mone (Deden Bagaskara), nelayan yang juga tetangganya di sana. Pak Mone  kemudian menyuruh Gading (Kevin Julio) untuk membantu mengambilkan tas Aida.  Adegan tas yang jatuh, beningnya air laut yang berwarna biru hijau selanjutnya menjadi nafas  fragmen demi fragmen dalam film ini.

Tadinya saya pikir pertemuan Aida dengan Gading akan mempunyai porsi besar dalam film ini, ditambah kehadiran Arman (Agung Saga),  peternak sapi yang juga naksir dia. Tapi syukurlah, Jembatan Pensil konsisten dengan gagasan utamanya memotret kehidupan  Ondeng.  Walau terbelakang, sesungguhnya Ondeng mempunyai sisi kecerdasan lain yang kerap terabaikan. Selain pintar menggambar, Ondeng  mempunyai hati yang lembut, dibalik tingkahnya yang childish (padaal Ondeng bongsor sekali dengan wajah yang terlewat tua untuk usia anak SD).

Apa yang dialami oleh Ondeng dan 4 sahabatnya Nia , Yanti, Azka, dan Inal (diperankan oleh Nayla D Purnama,  Permata Jingga, Azka dan Angger Bayu) memotret secara sederhana kehidupan anak-anak sekolah dasar di pelosok Indonesia yang infrastrukturnya masih sederhana.  Setiap hari mereka harus berjalan jauh untuk pergi sekolah. Selain harus menggantungkan sepatu dan berjalan 'nyeker' agar sepatunya tidak lekas aus. Mereka pun harus mempertaruhkan nyawanya saban melewati jembatan yang bilah-bilahnya rapuh. Saya ikut deg-degan dibuatnya saat mereka berjalan di atasnya. Rasanya pengin sekali ikutan teriak seperti Ondeng bilang "Awaaas...!"

Sebenarnya Ondeng bisa saja langsung berangkat ke sekolah tanpa harus menunggui keempat teman-temannya itu di jembatan. Tapi ya itu tadi, Ondeng punya hati yang lembut dan peka. Ondeng hanya ingin memastikan keempat teman-temannya sukses melewati drama menantang maut setiap pagi dengan aman. Apalagi diantara mereka ada Inal seorang tunanetra yang perlu mendapatkan pendampingan agar tidak  jatuh ke sungai. 

Selain tinggal bersama ayahnya, Ondeng juga tinggal bersama Gading yang sejak kecil sudah jadi bagian dalam keluarganya. Di mata Pak Mone, selepas kematian istrinya, Ondeng adalah hartanya yang begitu berharga, terlepas dari keterbelakangannya itu.

Alih-alih merasakan gemas dengan cerita cinta segitiga antara Gading, Aida dan Arman, saya lebih tertarik dengan sosok Pak Mone. Entahlah, walau penokohannya sederhana, setiap interaksi Pak Mone dengan Ondeng selalu bikin saya nangis. Pun ketika Onde curhat tasnya hanyut di sungai, Pak Mone menghibur Onde kalau tas masih bisa dicari, beda dengan nyawa. Tidak ada yang menjual. Yang ga  kalah nyesek tentang Pak Mone adalah berita kematiannya.  Saya ikuta nangis apalagi ketika melihat  Ondeng histeris dibuatnya.  

Ingatan saya langsung tertuju pada Apa (Bapak saya) di rumah yang semakin hari semakin menua. Hingga detik ini  waktu saya menulis  review film Jembatan Pensil, rasanya saya masih jauh dari idealnya gadis kecilnya yang berbakti. Saya belum bisa membalas budi dan membahagiakannya. Saya tiba-tiba dihinggapi ketakutan akan kehilangannya. Hiks hiks.....

Walau trauma dengan suara gelegar petir, sesungguhnya Ondeng adalah seorang anak yang pemberani. Dalam satu adegan, Ondeng tidak berpikir panjang nyebur ke sungai untuk menyelamatkan teman-temannya yang tercebur. Dalam keadaan basah kuyup, mereka bukannya balik badan kembali ke rumah, tapi melanjutkan perjalanan ke sekolah. Bersama teman-temannya Ondeng tiba di halaman sekolah yang sederhana. Mereka ikut memberikan hormat pada bendera saat lagu Indonesia Raya berkumandang. Adegan yang  sederhana, tapi sangat menyentuh. Impian mereka untuk menjadikan hidupnya lebih baik membuat ujian terperosok ke sungai jadi tidak ada apa-apanya.

Film besutan Hasto Broto berdurasi 91 menit ini bukan saja mengemas secara apik indahnya kecerdasan sosial yang dimiliki seorang anak penyandang disabilitas tapi juga bentang alam tepian pantai Indoneia yng indah. Kemilau air laut dan sungai yang biru kehijauan adalah fenomena yang jarang saya temui. Walau  bukan penggemar liburan pantai, saya tidak bisa menampik indahnya pesona pantai yang ditampilkan di film ini. Sinematografinya super duper cantiiiik.  Terus, saya jadi membandingkan dengan sungai-sungai di Bandung yang pernah saya lewati. Hiks, beda. Keruh dan kotor, ditambah dengan tumpukan sampah-sampah yang hanyut atau tersangkut. Kapan yaaa, Bandung bisa punya sungai sebening itu?

Di sisi lain, saya juga mencatat film ini mengangkat celah strata sosial yang masih lebar di belahan Indonesia Timur sana. Walau sering diolok-olok istrinya Bu Farida, Pak Guru bersikukuh melanjutkan sekolah gratisnya di SD Towea bagi anak-anak di sana. Pun begitu kalau memerhatikan rumah-rumah panggung  masih jadi ciri khas di sana. Ini menggambarkan kondisi perekonomian yang masyarakatnya yang cukup jomplang. Akting ngenyeknya Bu Farida pada Gading bikin saya sebel. Emang kenapa kalau dia nelayan dan nolongin Aida? Kenapa setiap pertolongan dari orang-orang sederhana seperti Gading selalu dicurigai ada modus dibaliknya? 

Jembatan Pensil bukan hanya bercerita tentang mimpi sederhana seorang Ondeng yang bercita-cita bisa membangun jembatan yang kokoh agar teman-temannya bisa dengan aman melewati jembatan menuju sekolah. Dibalik kerapuhan mentalnya, Ondeng bisa menjembatani teman-temannya untuk tetap menggenggam mimpi demi masa depan yang lebih baik.

Dari sebatang pensil yang dimilikinya Ondeng mengingatkan kita semua, hal-hal yang baik atau buruk bisa kita tuliskan. Jika tulisan bisa dihapus, kenangan akan kebaikan atau keburukan akan selalu terpahat dalam kenangan. Kita tinggal memilih, akan menuliskan cerita indah atau kenangan buruk bagi orang lain di sekitar kita.



Review For Her Body Treatment di Everyday Balinese Spa & Reflexiology

$
0
0
Pernah lihat film action kan? Baik lokal atau asing.  Let's say film Headshot-nya Iko Uwais.  Walau kita sama-sama tau kalau dalam film itu pasti ada trik kameranya, tetep saja saya dibuat amaze dengan daya tahan tubuh para aktor atau aktris di film laga.  Satu scene alias adegan aja biasanya ga langsung jadi. Perlu beberapa kali take. Film biasa aja bisa menguras fisik, apalagi film laga. Wuih tuh yang namanya stamina bakal terkuras abis.  

Kenapa tiba-tiba saya membahas soal stamina?
Gini, loh. Beberapa hari yang lalu saya baru aja pulang nge-trip ke Citumang. Sebuah objek pariwisata di Pangandaran sana. Perlu 2 jam perjalanan naik mobil dari atau ke stasiun Banjar. Baru kemudian dilanjutkan dengan naik kereta untuk sampai ke Bandung yang membutuhkan waktu sekitar 4 jam.  Biasanya sih, kalau habis perjalanan jauh gitu selain jetlag eh apa trainlag ya? hahaha... ya gitu deh, keluhan umumnya  ada dua. Ngantuk dan pegal-pegal.  Senyaman apapun kursi kereta, tetap aja posisi tidur yang enak itu ya berbaring. Bukan sambil duduk. Karena kebetulan jalur kereta api yang menuju Stasiun Banjar itu adalah kereta ekonomi,  level pegelnya jadi dobel dong. Karena keempukan kursinya jelas berbeda.

Sampai kembali ke rumah pegel-pegel yang biasa saya rasakan sehabis perjalanan jauh belum terasa. Cuma ngantuk saja. Jadilah selama setengah hari saya habiskan buat balas dendam, tidur yang pulas. Zzzz....   Eh ternyata dua hari berselang,  pegal-pegalnya baru datang. Rasanya badan saya   udah ringsek aja.


Cara mengatasi pegal-pegal apalagi sekujur tubuh memang paling enak dengan dipijat. Tapi saya orangnya picky. Ga mau sembarangan dipijat. Gimana kalau ternyata pegalnya tambah parah?  Makin merana yang ada. Direcoki pegal-pegal semalam saja sudah cukup membuat saya tersiksa. Kalau salah pijat, durasi siksaannya makin nambah. No way!  

Makanya, walau kepala pening, saya mengumpulkan serpihan (((serpihan))) semangat yang masih tersisa. Selasa kemarin, saya meluncur ke Everyday Balinese  Spa & Reflexology yang berlokasi di jalan Surya Sumantri No. 116 Bandung. Kebetulan banget sebelumnya saya sudah booking untuk trial. Feeling aja sih, kalau setelah ngetrip itu saya bakal membutuhkannya. And it is. I really need it.  
Sampai di sana, saya diminta menungu sebentar. Sementara terapisnya mempersiapkan segala sesuatunya. Kurang lebih sepuluh menit, saya diajak masuk untuk memulai terapinya. Eng ing eng.... saya mulai diliputi perasaan sedap-sedap neri hihihi....  Rileks rileks....  jangan tegang. Gitu saya ngasih afirmasi positif sama diri sendiri.


Sebelum memulai sesi pijat berupa For Her  BodyTreatment, saya dipersilahkan dulu untuk duduk di sini. Kaki kita akan dicuci dulu oleh terapisnya dengan sabun khusus. Rada kikuk juga, karena terapisnya duduk bersimpuh di depan kita. Walau kita berasa jadi inces ala-ala tapi ya saya orang yang tipikal hmmm.. apa ya? Rikuh aja diperlakukan istimewa gini :). Pas masukin kaki ke dalam wadahnya, suhunya lumayan panas.  Terapisnya dengan baik hati menambahkan air dingin agar suhunya pas dengan kemampuan kaki saya menerimanya.  Oke, ternyata enak juga ritual awal cuci kaki dengan pijatan lembutnya. Telapak kaki saya juga terasa tambah lembut aja huehehe.

Selesai mencuci kaki, saya dikasih  kunci loker untuk menyimpan sepatu. Sebagai ganti alas kakinya, saya dikasih pinjam sendal selama sesi treatment. Saya juga  dipersilahkan untuk ke toilet dulu. Barangkali kepingin pipis. Kan repot kalau tiba-tiba disela pijatan, terus kebelet gitu. ya, kan?
  
Lanjut...
Kasur yang suah siap digunakan untuk terapi. Selalu dilapisi kain lagi agar tetapbersih dan higienis
Area kamar terapi di sini sangat-sangat menghargai privasi. Antara satu ranjang terapi dengan ranjang lainnya ditutupi oleh kelambu. Cocok buat orang  kayak saya yang merasa risih  meski itu satu ruangan dengan sesama perempuan.  Aroma terapi plus alunan instrumental bikin kriyep-kriyep saya semakin menjadi :D.   Saya diminta telugkup dahulu dan memosisikan kepala saya di sini. So, saya ga akan berasa sesak nafas karena lumayan juga lho sesi pertama pijatan punggungnya.
biar ga pusing atau 'eungap' kepalanya masuk sini aja :)

Saya sempat ditanya, apakah tekanannya cukup atau terlalu keras? Buat saya sih cukup. oke, lanjut. Minyak aroma terapi mulai dibalurkan dari punggung sampai kaki. Kemudian saya juga diminta terlentang untuk mendapat pijatan di bagian tubuh lainnya.  Lampu di  kamar pun diset temaram. Walau sama-sama perempuan ya saya masih risih aja sih hahaha...  Dengan setingan lampu begini saya jadi merasa lebih nyaman dibuatnya. 
kembali ke kamar, kasurnya  sudah rapi lagi.

For Her Body Treatment adalah terapi berupa pijatan  yang dilanjutkan dengan body scrub dan body mask. Aroma body scrubnya kental sekali dengan wangi rempah-rempah. Makin berasa deh jadi inces ala-ala keraton Indonesia jaman dulu hahaha.  Sebelum lanjut ke sesi body mask, saya harus menunggu dulu  scrubnya mengering. Setelah itu baru dilanjutkan dengan pemberian body mask yang juga disertai dengan pijatan. Aroma body masknya juga ga kalah enakeun. Suka deh sama aromanya. Saya juga ditawarin apakah kepalanya mau dipijat? Mau banget lah. Kebetulan kan,  pas kepala saya lagi migren gitu. Sesudahnya, kepala saya terasa lebih ringan. Pusingnya berkurang begitu juga dengan pegal-pegal di punggung yang malam sebelumnya menyiksa perlahan mereda. 

Tidak terasa, terapi sekitar 90 menit ini selesai juga. Saya dikasih kimono dan dipersilahkan mandi. Selesai mandi di kamar tempat saya pijat tadi sudah disiapkan minuman jahe hangat, mirip-mirip bandrek. Saya menyesapnya pelan-pelan, sayang juga kalau dihabiskan langsung. :)

For Her Body Treatment ini bermanfaat untuk menutrisi kulit, membersihkan kulit dan  mengurangi selulit. Saya tuh kan cukup cuek sama perawatan tubuh. Dengan  tipe kulit  yang kering, rangkaian For Her Body Treatment ini membuat kulit saya terasa lebih lembut, belum lagi di beberapa bagian tubuh memang ada selulit pula hihihi.... Ah Efi, ayo yang rajin merawat tubuhnya :D
credit:http://everydayspa.co.id

credit:http://everydayspa.co.id
Belakangan saya baru tau loh kalau Everyday Spa ini hanya memperkerjakan  talented Balinese dan terapis lainnya secara selektif. Hmmm... pantesan saja saya menangkap aksen yang berbeda waktu ngobrol sama terapisnya. Terus kenapa saya keukeuh manggil Teteh, bukan Mbak atau Mbok?  Duh maafkan :) Eh by the way panggilan Mbok  di Bali itu sama kayak kita manggil Mbak gitu loh.
Desain eskteriornya pun sangat kental dengan nuansa Balinese
abaikan wajah pucat saya yang masih kelelahan  sisa nge-trip :)
Sebelum pulang saya dikasih kenang-kenangan berupa goodiebag dan minyak aroma terapinya. Love it. Bisa saya pake di rumah kalau sewaktu-waktu direcoki pusing atau migren lagi. Atau pas perjalanan, wajib deh saya bawa.

Tertarik pengin mencoba Spa dan layanan lainnya di  Everyday Balinese Spa & Reflexiology? Kalau kalian ada di Bandung bisa datang ke salah satu dari tiga lokasi ini. Tinggal pilih saja yang paling dekat dari rumah, tempat kerja atau kebetulan lewat.
http://everydayspa.co.id

Graha Manggala Siliwangi

Jalan Aceh No. 66 Bandung
Reservasi : 022-4261466
Pin BB : 7FBF5F66

Naripan

Jalan Naripan No. 38 Bandung
Reservasi : 022-4209883
Pin BB : 7F97418A

Surya Sumantri

Jalan Surya Sumantri No. 116 Bandung
Reservasi 022-2011320
Pin BB : 2A7C3A79

*)Buka setiap hari jam 09.00-22.00

Sedangkan untuk wilayah Jakarta, Everyday Balinese Spa & Reflexiology ada di:

Jalan Pesanggrahan Raya No. 51 A-B Puri Kembangan Jakarta Barat
Reservasi: 021-58355788
Pin BB: 7FC5047A
Buka Setiap hari jam 10.00-22.00

Di Bali juga ada loh.  Ini alamatnya

Jalan. Raya Kuta No. 129 Bali (samping KCB tours)
Reservasi 0361-762125
Pin BB: 26E05082
Buka Setiap hari jam 10.00-23.00

web: http//www.everydayspa.co.id
instagram: @everydayspa_id
twitter: @everydayspa_id
faebook:https://web.facebook.com/eveydayspa

Konferensi Pers Pengabdi Setan: Ibu Datang Lagi

$
0
0
Sampai saat ini, tren genre perfilman Indonesia masih cukup didominasi film-fiom bertema horor.  Salah satunya adalah Pengabdi Setan yang akan tayang serentak tanggal 28 September nanti.  Film ini adalah remake dari yang sudah pernah dibuat sebelumnya pada tahun 1980. Dengan judul yang sama, film ini masih diproduksi oleh Rapi Film, bekerjasama dengan CJ Entertainment,  dibawah besutan sutradara oleh Joko Anwar.

Sebagai informasi,  CJ Entertainment adalah salah satu raksasa industri dari Korea Selatan. Ini adalah kali ketiga CJ Entertainment bekerjasama dengan rumah produksi di Indonesia. Film Pengabdi Setan begitu istimewanya sampai-sampai CJ Entertainment  dengan senang hati terlibat sebagai bagian dari film versi baru sekarang. Dulu, film ini pernah jadi salah satu masterpiece film horor nasional. Malah, diakui sebagai film horor dari timur dan punya banyak penggemar di Asia. Film ini juga yang menginspirasi Joko Anwar untuk menjadi menekuni dunia sineas dan menjadi seorang sutradara. 

Seminggu sebelum diputar secara resmi di seluruh  bioskop di Indonesia, Joko Anwar memboyong beberapa cast dan timnya untuk melakukan konferensi pers bersama media di Mercure Hoel, Jalan Lengkong No 8, Bandung.

Mengambil lokasi syuting di Pangalengan, film ini memerlukan waktu syuting selama 18 hari dan sisanya  2 hari di jakarta. Walau terbilang sebentar, Pengabdi Setan membutuhkan waktu yang panjang untung menyeleksi calon aktor/aktris. Setidaknya untuk satu karakter saja diperlukan 40 orang sebelum terpilih.

Sedangkan untuk penentuan lokasi syuting pun Joko dan kru tidak sembarangan memilih lokasi, sampai akhirnya didapatkan sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggal dan nyaris bobrok ternyata memiliki tata letak ruangan yang mirip sekali dengan skenario film.

Pengabdi Setan bercerita tentang kematian ibu (Ayu Laksmi) setelah menderita sakit selama 3 tahun. Bapak (Bront  Palarae) kemudian memutuskan untuk  bekerja ke luar kota, sementara anak-anaknya tetap tinggal di rumah.  Belakangan, anak-anaknya merasakan kehadiran ibunya kembali di dalam rumah. Namun,  Ibu datang lagi bukan untuk menengok tapi untuk menjemput!



Setelah bermain di Copy of Mind (2015) yang juga dibawah arahan Joko Anwar, sebenarnya,  film ini adalah film horor kedua yang dibintangi oleh Tara. Meski demikian, Tara sempat dibayangi rasa takut juga membintangi film ini. Dalam konpres semalam, Tara juga bercerita pengalaman 'spooky'nya ketika syuting. Salah satunya ketika syuting yang adegannya bisa kita lihat di trailer yang ada di youtube.

Pengalaman yang sama juga dialami oleh Dimas Aditya. Ini adalah pengalaman pertamanya main fim horor. Kalau diperhatikan, track record Dimas Aditya lebih dominan bermain untuk genre komedi. Tapi menurutnya, Joko Anwar memudahkan pemain untuk meleburkan diri dalam film dengan  memberikan arahan referensi yang luas. Apapun yang ditanyakan, Joko selalu punya jawabannya.


Kalau Tara sempat merasa sedap-sedap ngeri bermain di film ini, lain ceritaya dengan Nasar Annuz. Bocah yang sepanjang konpres kemarin selalu tertawa dan ceria bercerita kalau ia sangat senang sekali bisa bermain di film horor  besutannya Joko Anwar.

Walau bercerita tentang drama keluarga, film horor yang tetap mempertahankan nuansa 80an ini bukan film yang bisa membuat kita membawa anak-anak dibawah usia 17 tahun ikut menyaksikannya. Jadi tolong perhatikan lagi detil filmnya sebelum memutuskan untuk mengajak anak-anak nonton, ya.

Buat yang sudah cukup umur, silakan mengumpulkan stok nyali sebanyak-banyaknya untuk nonton nanti. Teror kengerian yang mengandalkan efek riasan organik, menurut Joko film ini akan menyusup ke lapisan kulit selama kita 105 menit menyaksikannya nanti. Gimana, sudah siap merinding dihantui Ibu yang datang lagi untuk menjemput?



Petak Umpet Minako, Teror Hantu Berbalut Konflik Masa Lalu

$
0
0
Kapan terakhir kali main petak umpet? Usia SD? Atau SMP? Dulu waktu masih bocah saya suka memainkan permainan ini dengan teman-teman sekomplek.  Mencari tempat ngumpet paling aman, kadang ngumpetnya di dalam rumah, biar ga ketemu hahaha... Licik, ih ini mah. Jangan ditiru. 

Tapi sesungguhnya sensasi menyenangkan dari bermain putek umpet itu lari balapan ke titik jaga. Walau udah ketauan tapi kalau bisa sampai duluan ke titik jaga dan teriak dua limaaaa.... ya, ga usah jaga, meski kita yang duluan ketauan.  Kalau dalam dolanan ala sunda, kami biasa menyebutnya Ucing 25. Ada juga permainan yang namanya Ucing Tekong. Aturannya sedikit beda, tapi intinya yang kebagian jaga itu kami sebut yang jadi ucing (kucingnya).  Entah kenapa dikasih nama gitu. Ya mungkin karena harus kucing-kucingan antara  yang ngumpet dan yang nyari.Pindah lokasi ngumpet pun sebenarnya boleh, asal ga ketauan.Kalau ketauan, ya ga bisa ngumpet terus. Harus keluar.

Nah, gimana kalau sekarang main petak umpetnya sama hantu? Horor, kan? Pake banget!  Seperti ceritanya di film Petak Umpet Minako. Didaptasi dari novel yang berjudul sama, sutradara film Billy Christian mengangkat salah satu kisah urban legend asal Jepang  (Hitori Kakurenbo) tentang permainan petak umpet yang riskan, karena melibatkan hantu di dalamnya.

Ceritanya, tokoh Vindha (Dimainkan oleh Regina Rengganis) yang dandanannya cukup aneh hadir ke acara reunian temant-teman SMAnya. Vindha yang dulunya pernah jadi objek penderita bullying temannya, menantang mereka untuk bermain petak umpet di gedung sekolahnya. Untuk menguarkan sensasi horor, semua teman-temannya menambahkan darah sendiri ke dalam tubuh boneka Minako yang dibawanya. Boneka Minako yang dicemplungkan  ke dalam kolam itu lah yang kemudian menciptakan teror demi teror. Satu persatu teman-teman Vindha yang berhasil ditemukan berubah menjadi semacam zombie dan mencari teman-teman lainnya yang masih hidup untuk menjadi 'penjaga'.

Ditengah-tengah ketakutan dan histeria yang masih hidup, Baron (Miller Khan) datang menyusul demi untuk menyelamatkan Gaby(Wendy Wilson) . Dengan kondisi sekolah yang seperti luas, ditambah creppynya suasana, bukan urusan mudah bagi Baron menarik Gaby dari lingkaran permainan maut itu. Apalagi, mereka yang sudah 'membagikan darah' terikuat perjanjian, harus ikut permainan sampai selesai. Sialnya, permainan ini bukan sekadar permainan biasa, karena di penghujung permainan hanya boleh ada satu pemenang saja yang keluar.  

Teman-teman Vindha menjadi paranoid, yang dulunya lengket bersahabat jadi saling curiga, bahkan untuk berbagi ruang untuk bersembunyipun tidak mau. Lewat alur cerita yang maju mundur, film Petak Umpet Minako membuka tabir masa lalu dari masing-masing mereka. Ada cinta lama yang tidak berbalas kembali hadir meminta asa juga dendam masa lalu yang belum tertuntaskan.  

Walau ide utama petak umpet ini berasal dari Vindha, sesungguhnya yang menjadi tokoh utama dari alur film berdurasi sekitar 87 menit ini adalah tokoh Baron.Saya sempet kesel juga sama Vindha yang punya ide gila mengadakan petak umpet horor itu.

Tadinya saya pikir Vindha  bakal jadi tokoh antagonis yang menebar horor untuk membalas bully-an teman-temannya dulu. Belakangan Vindha malah menyesali ide gilanya itu, walau dia sudah tau temannya di Jepang  juga sudah pernah jadi korban gara-gara permainan yang sama.  Moral storynya? Kadang orang -orang yang sudah nekat atau kehilangan kewarasannya macam tokoh Vindha itu baru 'menyesal setelah repot dengan ulahnya sendiri yang sudah diciptakan. Sialnya, bukan hanya merepotkan diri sendiri tapi juga bikin susah orang lain.  Entah apa motif utamanya Vindha. Kalau mau 'balas dendam' mestinya dia tidak melewatkan cara untuk menjaga dirinya sendiri tetap aman.Ah Vindha, kamu tuh 'pikarunyaeun' (bikin iba) sekaligus nyebelin. Saya lebih suka sosok Vindha yang manis dan tersenyum lepas bebas tanpa beban seperti saat chating dengan sahabat Jepangnya. 

Baron yang semula tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dalam sekejap saja jadi karakter utama yang berusaha memutus mata rantai teror di dalam gedung sekolah. Selain menyelamatkan Gaby yang dilanda stress berat, misi Baron bertambah dua, menyelamatkan teman-teman yang tersisa juga menghentikan teror Minako. Baron tidak peduli dengan aturan 'hanya ada satu pemenang'. Kalau bisa bukan hanya Gaby tapi juga teman-teman lainnya yang tersisa harus diselamatkannya. Makanya, dalam beberapa adegan Baron mau bersusah payah menuntun temannya (Destra) yang tidak bisa berjalan normal agar tetap selamat dari kejaran para penjaga dan Minako.

Misi Baron sendiri bukan perkara cetek. Saat sekumpulan orang-orang yang ketakutan jadi saling mencurigai satu sama lain - terutama Mami (Natasha Gott) yang tidak segan menumbalkan teman-temannya - Baron juga harus mencari senjata ampuh untuk menghabisi teror Minako. Boneka yang dilemparkan Vindha ke dalam kolam di sekolah itu sendiri sebenarnya tidak berkutik, hanya diam terapung di dalam kolam sana. Minako, setan cantik bermuka putih dengan pakaian kimono berwarna merah itu wara wiri di gedung sekolah mencari korban-korbannya itulah teror utamanya. Kalau di Indonesia, mungkin seperti permainan  jailangkung, ya.  

Diiringi suara derak kayu dari tubuhnya, hantu Minako sebenarnya hanya bisa menyeret tubuh atau melayang, tapi tidak bisa menembus ruang seperti umumnya gambaran hantu lainnya yang bisa menembus dimensi berbeda.  Di sisi lain, saya merasa hantu  Minako ini semacam jelmaan siluman siput. Percikan air garam yang digunakan Baron dan teman-temannya hanya bisa melumpuhkan sesaat, karena ternyata Minako masih terlalu perkasa untuk dihentikan begitu saja.

Maka demi menjaga kewarasannya, Baron harus mencari cara paling ampuh untuk menyudahi teror Minako sebelum jam 3 pagi menjelang, sebelum kekuatan Minako semakin dahsyat. Kebayang ga, kita berada di dalam gedung sekolah yang luas, gelap dan seperti sudah lama tidak terurus  terus dikejar-kejar hantu dan saling curiga dengan teman-teman? Tidak ada satu orang pun yang bisa kita percayai sepenuhnya. Bahkan rumah ibadah (dalam film ini divisualisasikan sebagai Gereja) pun tidak menjamin kita untuk merasa aman berada di dalamnya?  Tanpa menafikan makna sakral dari tempat-tempat ibadah, saya merasa diingatkan selama ini keberadaan gereja, atau masjid lebih banyak diposisikan sebagai simbol.  Ya pantas saja kalau ternyata berada di dalamnya tidak merasa 'secure' karena kita tidak punya ikatan batin yang kuat.

Walau mengadaptasi  horor dari  urban legend Jepang,  Petak Umpet Minako menghadirkan pengalaman baru menonton film horor dengan suasana yang masih Indonesia di dalamnya. Kalau biasanya kita menyaksikan  tokoh hantu berambut acak-acakan, muka jelek  dengan mata melotot plus lingkaran hitam di mata, selama menyaksikan Petak Umpet Minako besiap-siaplah dengan suasana derak langkah boneka  kayu  berpakaian kimono yang mendekat tanpa suara dari mulut, atau lolongan zombie yang  ga kalah creepynya juga. 

Anyway, mungkin pengalaman horor akan lebih terasa kalau membaca bukunya, imajinasi liar kita kadang-kadang tidak bisa dikendalikan saat membaca buku dibanding nonton filmnya.  Saya sudah lihat filmnya tapi belum sempat baca novelnya. Lihat filmnya saja sudah cukup bikin saya menjerit tertahan  beberapa kali karena kaget. Baca bukunya? Lain kali aja, deh :)



Glamping Ala Kontainer di Eco Lodges HAU Citumang

$
0
0
Saya termasuk tipe orang yang percaya  ynamanya kekuatan semesta mendukung, alias mestakung.  Misalnya gini, lagi kepikiran pengen ke main ke Bali, entah gimana tiba-tiba aja saya dapat hadiah lomba blog, yang hadiahnya jalan-jalan Ke Bali. Lain waktu, saya lagi inget sama temen lama, eh tiba-tiba dia menghubungi ngajak ketemuan.  Kalian  juga pasti pernah, deh,  ngalamin satu waktu terus mikir gini: Eh kemaren-kemaren kan  lagi pengen ini, pengen itu. Kok bisa ya, kesampaian?   Hayo, pernah, kan?

Nah, akhir Agustus kemarin tuh saya abis nonton film Jembatan Pensil. Dalam beberapa adegan, saya dibikin amaze dengan jernihnya air sungai yang kehijauan. Walau ga bisa renang, minimal kecuprakan (duh apa atuh, ya, padanan kataya dalam bahasa Indonesia?), maen-maen di situ. Di Bandung, kalau pun ada sungai yang beningnya kayak gitu kayaknya perlu usaha  luar biasa untuk mewujudkannya. Hiks... malah curhat.

Ga pake lama setelah nonton film itu tadi, saya diajakin Bang Aswi bareng teman-teman Blogger dari kota-kota lainnya  (Jakarta, Bogor, Yogya dan Surabaya) untuk main ke Citumang menikmati Glamping di sana. Pas lihat-lihat foto-fotonya di akun IG Citumang bikin saya terpesona. Ya Allah, indah banget. Terutama beningnya air di sana itu loh, yang bikin saya kepincut (((kepincut))).  Mauuuuu saya bilang.

Biasanya kan kalau glamping itu tidurnya di dalam tenda yang nyaman dan cozy ala-ala hotel,nah ini mah tidurnya di dalam container. Unik, kan? Emang ga berasa kayak ikan sarden gitu, Fi? Ga panas? Nyaman, ga?  

Wait... wait... sabar. Saya mau ceritain, ya.
Glamping dengan konsep container ini mungkin adalah hal yan pertama ada di Indonesia.  Berlokasi di  Desa Bojong, Kecamatan Parigi, Pangandaran, setelah menempuh perjalanan  4 jam dengan kereta api dari Bandung dan dilanjutkan dengan naik elf selama 2 jam dari stasiun Banjar, akhirnya kami sampai juga di lokasi. Setelah mengambil kuncil kamar dan makan malam, plus ritual malam (jangan mikir aneh-aneh, ini maksudnya cuci muka, gosok gigi dan sebagainya) barengan teman sekamar Tari "Raisa" dan Mbak Tanti saya segera  tidur, berisitirahat sambil ngecharga badan yang udah lelah. Zzzz.... 

pintu kamar mandinya  keren, ya?




Pagi-pagi sebelum mengikuti acara Body Rafting (yang ini nanti saya cerita terpisah, ya), kami menikmati sarapan dulu. Tempat makannya pun dirancang dengan konsep ga kalah kerennya. Membangkitkan hasrat berfoto hahaha.

Halaman luar lobi HAU Citumang

ruang dalam lobinya juga ga kalah kece

Selfie atau wefie di luar boljug, lah

Ini kalau ga salah pake kameranya Dian, hihihi lupa :)   Sarapan? Hayu, tapi wefie dulu, yooo
Tadinya saya kira menu sarapan yang kami nikmati itu nasi kuning. Ternyata bukan. Tapiya nasi goreng cikur  (kencur). Komposisi bumbunya pas,  enak. Kalau lupa malu pengen deh, nambah lagi hahaha. Eh tapi perut terlalu kenyan nanti malah nyusahin saya pas game body rafting siangnya.
Sarapan khas ala HAU Citumang, rasanya juara!

wastafelnya unik banget, ada tuas di bawah yang bisa kita geser untuk menyalakan atau mematikan aliran air di keran

Ngomong-ngomong soal kamar-kamar di sini, kontainer yang terdapat di HAU Citumang terdiri dari 10 kamar. Rencananya, menurut Pak Hendra sang owner, ke depannya akan ditambah 15 lagi, jadi totalnya akan ada 25 kontainer di sini.



Kalau diperhatikan, jarak antara satu kontainer dengan kontainer lainnya tidak sama persis, ada yang berdekatan, atau lebih renggang. Pas kami tanyakan, ternyata memang sengaja disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Karena sejak awal mengusung konsep ecotourism, proses pemasangan setiap kontainer tidak sampai mengorbankan pohon-pohon yang sudah ada, meski risiko biaya yang dibutuhkan jadi membengkak.


Menggunakan jasa tim ahli yang didatangkan dari Jakarta, setiap bagian dari kontainer dipasang  dadakan (dih tahu bulat kali, ah). Yang bikin saya takjub walau jarak satu kontainer dan kontainernya berbeda,  kalau luas di dalam kontainer mah sama aja. Kok bisa ya, pas gitu? Meskipun dinding-ddindingnya terbuat dari bahan kontainer, tapi di dalamnya mah adem aja kalau pas siang. Enggak akan membuat kita serasa dipanggang. Selain ada AC, disediakan juga tv kabel yang layarnya jernih, bebas dari recokan 'semut-semut." Lumayan jadi media hiburan alternatif, karena pas ke sana itu sinyal seluluar sungguh bikin saya terharu, alias on off wkwkwk... Positifnya kami jadi bener-bener menikmati liburan di sini, ga terdistraksi ngoprekin  notifikasi chat atau medsos.  Ke depannya sih manajemen Eco Lodges Citumang akan melengkapi fasilitas wifi, karena tidak menutup kemungkinan akses komunikasi dengan dunia luar adalah hal yang urgen sekali, kan?


HAU Citumang yang berarti How Are You Citumang ingin mengangkat kembali keramahtamahan orang-orang Indonesia.  Di sisi lain, HAU juga rada mirip dengar pengucapan hawu alias perapian yang suka digunakan urang-urang sunda untuk menghangatkan tubuh. Hau juga bis identik dengan ungkapan hauce dalam bahasa Cina yang kurang lebih bermakna enak.  Berlibur  Citumang ini memang enakeun. ya kamarnya, ya masakannya, ya spot-spotnya juga. Bikin betah, dan ga mau pulang wkwkwk....





Jangan khawatir selama  staycation di sana kita jadi mati gaya dibuatnya.  Bosen leyeh-leyeh di kamar,  tersedia area bersantai yang ga kalah menariknya untuk dijadikan latar foto. Mau swafoto atau difotoin? Hayu wae lah.   Sementara ini cuma tamu yang nginap di HAU Citumang saja sih yang bisa puas-puasain berpose di sini. Tapi tenang, nantinya juga dibuka untuk umum, kok.


Gimana, sudah ngiler dan mulai kepikiran mau staycation di HAU Citumang?  Budgetnya ga terlalu boros, kok. Untuk menginap di sini, per kamar dikenai charge Rp. 750.000 saja di hari biasa, sedngkan di akhir pekan, biaya yang harus dibayar adalah Rp. 1.000.0000, ini udah include sarapan, loh.. Cincai, kan? Kalau mau nambah kasur alias ekstra ebd juga, bisa.Untuk booking kamar bisa menghubungi  Ery  di nomor 0813-2012-0999,  atau bisa booking juga  Traveloka.



Family Day & Eksplorasi Hotel Grand Tjokro Bandung

$
0
0
Yang namanya me time sudah biasa. Walau kadang kita merasa ingin merengek pada diri sendiri kapaaan me time itu bisa diwujudkan. Nah, gimana kalau our time? Dengan keluarga sendiri? Kalau rame-rame sama keluarga yang lain, gimana? Ini baru seru. Jadinya kita bisa melihat lengkungan ceria yang terlukis bukan cuma di sudut bibir keluarga sendiri, tapi juga orang lain. Saling menularkan aura positif, kan asik.
sumber foto: IG Gand Tjokro Bandung
Efi lagi ngomong apaan, sih?
Ini loh, seminggu yang lalu saya bareng teman-teman blogger mendapat undangan dari Hotel Grand Tjokro Bandung untuk family gathering. Tadinya nih, saya mau 'nyulik' ponakan saya, Azka dan Icham buat ikut. Apalagi pas dikasih tau ada sesi renang di hotelnya. Azka itu udah kayak  ikan duyung yang merindukan air.  Lagi mandi aja susah disuruh 'hanjat'. Nah, kalau renang, apalagi.  Pas saya tawarin, dengan lempengnya bocah kenes itu bilang kalau dalam hari yang sama sudah ada acara sama ummi dan abinya pergi ke luar kota. Hmmm, well. Misi 'penculikan' gagal muahaha.... Ya sudahlah, saya jadinya pergi sendiri. Mau 'nyulik' anak tetangga, saya ga tega. #ehgimana?

Sabtu pagi itu,  saya bangun agak kesiangan, jadinya agak telat dikit, 15 menitan. Untunglah ada Tian yang mau nungguin saya di pintu masuk huehehe.  Acara pertama hari itu dimulai dengan sarapan bersamadi Tjokro Resto. Lokasinya ada di lantai 2. Dari pintu masuk, lihat ke kiri, ada tangga menuju ke sana.. Gampil banget aksesnya.  

tangga menuju resto
Buat saya sebagai seorang salad lover, tentunya menu salad ga boleh diskip.  Salad buah dan sayur dengan siraman thousand island adalah menu pertama saya pagi itu. Hmmm... yummy!

sarapan favorit saya (kalau nginep di hotel)
Karena banyaknya ragam menu sarapan yang ditawarkan, saya malah bingung smau nyicipin apalagi? Sementara kapasitas perut saya kan limited. Ga mungkin saya hajar semua. Lalu,  Tian menyarankan saya untuk mencicipi mash potato, sementara skotel makaroni pun menarik selera. Memulai pagi dengan senyum saja? Ga akan bikin paginya saya hari itu terasa full spirit hahaha...  Salad buah dan sayur rasanya masih nanggung. Lalu saya nambah makan pagi itu, dan sukses kenyang. Maafkan kalau platingnya ngarang. Kurang kece,  lupa mau difoto :D
Mash Potatonya gurih,enak banget
Selesai sarapan, kami diajak untuk memulai tur hotel hari itu.  Sebagai pembuka, kami diajak main ke roof top garden.  Sambil menggoda saya, Tian menyarankan lokasi roof top ini buat lokasi resepsi saya nanti. Hah, efi mau nikah? Asiiik.  Kapan?  Iya, mau atuh, tunggu aja showtimenya, ya hahaha...

Kalau diperhatikan situasinya, teman-teman yang cari lokasi resepsi nikahan di area terbuka kayak roof topnya hotel Grand Tjokro ini enaknya sorean, aja. Romantis. Sambil menatap sunset, terus menyesap lemon tea sampai kumandang adzan maghrib. Deuh... awas baper. Bangun, ah! Masih siang!  Acara tur hotel masih lanjut.  Ngelamunnya dilanjutkan kapan-kapan. 

Nah, seperti yang kita tau, kalau batrenya bocil itu kayak genset.  Powerbank doang mah lewat. Ga bisa nahan mereka diem lama-lama. Coel sana, coel situ. Sebentar ke sana,  loncat ke sini.  Jadilah teman-teman yang bawa bocil sibuk ngejar anak-anaknya. Ada yang cuek dan nurut diajak berfoto, ada yang perlu effort ekstra. Saya nyengir aja lihatnya. 

First Mission Accomplished.  Berikutnya adalah  eksplorarsi kamar hotel. Kehebohan to be cotinued. Kamar yang kami bedah hari itu qdalah kamar tipe Junior Suite yang punya fasilitas terkoneksi dengan kamar di sebelahnya. Ruangannya luas, kayak apartemen.  Selain toilet dan minibar,  yang memang terseda juga ada pantrynya. Cocok buat seseruan staycation dengan saudara rame- rame. 

sebelum dibuat messy sama para bocil
Dikasih ruangan yang luas, otomatis lah naluri explorer anak-anak tergoda untuk bangkit lagi.  Susah banget bisa moto ruangan kamar yang bebas dari distraksi bocah(s).  Eh tapi lihat mereka tertawa girang sambil loncat-loncat di kasur senang juga. Ga susah ternyata bikin mereka hepi, ya? Coba kalau mereka diem aja, anteng. Malah bikin  khawatir. Is that something wrong with them? Do they ill?  Do they unhappy? Syukurlah mereka girang banget hari itu.  Oke lah, lanjuuut! 
Nabilnya Ulu dan Akramnya Uwien lagi jadi model 
Ya udah, yang tua ngalah aja lah, ya :D
Sementara beberapa teman sibuk mengikuti  naluri eksplorasi anak-anaknya, saya nyempetin diri pepotoan lagi huehehe Nah pose saya  di lorong lantai 6 ini diambil sama Mamah Eemesh Uwien. Cakep, ya? Apa atau siapa? Dua-duanya, dong. Eh gimana? Ah udah. Lupakan, ga usah protes:D
Di lorong lantai 6

Oke, Misi kedua pun berjalan mulus. Berikutnya yanag ga kalah heboh adalah cooking demo, membuat Pizza. Lokasinya di Restoran Street Grill and Friends. Kalau teman-teman berpasangan dengan anak-anaknya untuk membuat pizza, hari itu saya yang menjomblo (puk puk puk) ditemani oleh seorang gadis kecil yang kebetulan lagi main di situ.  Heboh? Iya, dong. Still to be continued. Luar biasa nih anak-anak, batrenya  masih full charged hahaha. Sementara saya udah nyolokin hp ke powerbank.  Status batrenya sudah mengiba. 

Bounding time emak dan anak

Mau ih punya pantry kayak gini, bikin betah belajar masak. Yakiiin? :D
Setiap pasangan dewasa dan anak dibekali satu paket komplit bahan dasar berupa tepung terigu, air, beberapa bumbu dan toping. Ada yang sukses menguleni tepung sampai kalis untuk bahan dasar pizza, sebagian lainnya ada dibantu Chef Resto untuk menuntaskan adonan hari itu agar siap dipanggang.  
Bahan-bahan bikin Pizza
Setelah setengah jam didiamkan, begini ajdinya adonan tepung terigu. Tinggal dipipihkan saja baut ditaburi toping

Sebelum dipanggang,  pizza karya bocils ini dikasih label dulu sesuai nama masing-masing

Dhia-nya Uwien dengan pizza karyanya
Tadaaaa.... ini jadinya.


Sukses bikin terbit air liur, kan?
Pamerin  pizza karya masing-masing
Emejing. Seumuran mereka saya belum  bisa bikin pizza. Palingan cuma bisa goreng telur, atau bikin kue terigu yang cuma dikasih air sama gula hahaha. Cetek amat. Kira-kira di antara mereka ini siapa yang bakal jadi Chef  yang punya resep keren dan go international, ya?

Pizza buatan mereka ini enak. Lelehan kejunya berasa banget. Ada yang bisa bikin pizza bulat sempurna,  ada yang hasilnya rada penjol tapi unyu.  Tapi soal rasamah tetep aja,  enyaaak. Cumaan, berhubung saya masih kenyang, jadinya hanya sanggup menghabiskan dua potong saja. Segitu juga udah gede dan bikin saya abai saya diet. *Lah, masih mau ngecilin badan?*

Finally, the last mission. Let's go Swim.
Eh,   yang renang sih anak-anak aja. Para emak termasuk saya nungguin aja di tepian kolam.
Beninngnya air kolam yang menggoda
Swim Time!
Terdapat dua kolam yang ada di sini. Untuk kolam dewasa pun ga terlalu dalam, cuma 1,2 meter saja. Masih aman buat saya yang kurang tinggi dan ga bisa renang. Jangan takut kelelep  huehehe.  Anak-anak seneng banget renang di sini. Yang udah gape alias jago apa apalagi. Udah deh, the world is belong to them. Yang laen nonton aja! Byuuur.  Splash! 

Viewnya cakep, kan?

Masih di area yang sama,  nantinya juga akan dibuat animals dan fruits garden.  Untuk sementara, baru terdapat kandang kelinci di sini, lengkap dengan penghuinya.  Selain kucing, kelinci adalah mahluk berbulu yang menggemaskan buat saya.  Apalagi kalau bulu-bulunya fluffy.  Udah deh, uyelable dan elusable :). Kayak kelinci yang satu ini.  Bikin saya pengen gendong.  Ah,  sayang, dianya lagi agak jauh dari pinggiran kandang tempat saya berdiri.  Lagi ga mau diajak maen,  kayaknya.  *so you know, kamu, Fi*

Mahluk lucu yang bikin saya ga tega makan dagingnya

Adzan Dzuhur pun berkumandang, mengiringi usainya family day kami hari itu.  Terimakasih banyak untuk Hotel Grand Tjokro Bandung untuk hospitalitynya.


Tentang Hotel Grand Tjokro Bandung dan SAS Hospitality
Hotel Grand Tjokro  adalah salah satu hotel di bawah grup SAS Hospitality  yang mengusung nilai-nilai keramahan, budaya lokal dan spiritual Indonesia. Berdiri sejak awal 2017, SAS Hospitality mengelola   7 hotel yang tersebar di Klaten, Yogyakarta, Pekanbaru, Jakarta, Riau, Balikpapan dan tentunya Bandung.   Ke-7 hotel ini memiliki 4 brand yaitu: Grand Tjokro Premiere, Grand Tjokro, Tjokro Hotel dan Tjokro Style.

Untuk hotel Grand Tjokro Premiere Bandung, terdapat 364 kamar,  dengan beberapa tipe kamar, yaitu  Superior Room, Deluxe Room, Premiere Room, Family Suite, dan Tjokro Suite. Untuk reservasi hotel berbintang 4 yang beralamat di Jalan Cihampelas no 211-217 ini bisa menghubungi via WA: 08122222 0211  atau Line: @grandtjokrohotel.

Web Grand Tjokro Bandung: http://www.grandtjokrobandung.com/
Facebook: https://web.facebook.com/SASHospitality/?_rdc=1&_rdr
Instagram: @grandtjokrobandung



Review Film Pengabdi Setan 2017: Ibu Datang Lagi

$
0
0
Entah  kenapa, setiap bahas  film genre horor  produksi lokal (baca: Indonesia), saya suka merasa dirayapi perasaan sedap-sedap ngeri duluan Penasaran pengen nonton tapi sebel sama efek sesudahnya. Suka kebayang aja hantunya, berhari-hari setelah nonton. Mungkin karena plot cerita dan gambaran hantunya related dengan budaya di sini. Beda misalnya dengan cereita hantu Annabelle, atau Freddy Krueger gitu  yang lebih mudah mendetoks efeknya (yakiiin?).  Berurusan sama hantunya langsung ga pernah (dan ga mau juga). Tapi, taste dari film horor lokal  itu sangat kuat kenangannya hihihi... Lah,  emang romance doang yang keingetan terus?

Nah, pas teaser Pengabdi Setan (2017) wara-wiri di medsos dan chat grup WA, sesungguhnya saya sudah merasa terintimidasi duluan. Apalagi versi awalnya yang rilis tahun 80an itu  diapresiasi sebagai masterpiecenya film horor Indonesia pada masanya.


Baru liat teasernya  (tahun 80an dan 2017) aja udah nyebelin buat saya.  Nonton teaser di youtube malah saya mute suaranya hahaha...Cemen amat, ya?  Eh tapi entah kenapa saya akhirnya nonton juga film Pengabdi Setan (PS) ini? Berbekal pengalaman sudah pernah nonton beberapa film hantu Indonesia lainnya, ya, udah saya berani-beraniin diri aja buat nonton. Jeng jeng jeng..... (ga gitu juga kali, Fiii...). Eh tapi buat nulis review filmnya ini saya beraninya siang-siang aja :) 

Diremake (sebagian bilang kalau PS ini adalah rebooth) dari tahun 1980, alur cerita dan beberapa sensibilitas di dalamnya dimodifikasi. Jadi ga sama persis plek ketiplek gitu.  Misalnya, kalau di versi 80an hantu Ibu yang datang lagi putih banget kayak pantomin, di versi sekarang ga sepucat itu, tapi tetep terrifying alias nyeremin. Ga percaya? Liat aja teaser di youtube atau kalau mau lebih ekstrim lagi ke bioskop aja. #ehgimana? Malah jorokin! Di film lama, keluarga ini punya pembantu yang menjaga rumah, di versi terbaru, kondisi keuangan keluarga yang bangkrut lebih kentara, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri bahkan makan pun ala kadarnya.  
sumber foto: beritagar.id

Ceritanya, Ibu (Ayu Laksmi) yang juga seorang penyanyi yang cukup tenar, sudah sakit cukup lama, 3 tahunan. Entahlah sakit apa, efeknya bikin fisik ibu rusak. Masih hidup pun sudah nyaingin seremnya Mak Lampir. Sakitnya ibu benar-benar parah, sampai-sampai duit abis buat ngobatin Ibu. Rumah digadaikan buat biaya berobat. Lalu Bapak (Bront Palarae) nyuruh Rini (Tara Basro) ngecekin royalti ibu di perusahaan rekaman. Ya kali aja masih ada.  Hasilnya?  Walau Rini bersikeras bilang kalau lagu-lagu ibunya masih ngehit dan banyak diputar di mana-mana, itu ga jaminan orang mau  menyisihkan uangnya untuk membeli kaset-kaset ibu. Moral story pertama yang saya catat, kalau lagi banyak duit, harus punya pos anggaran untuk biaya tak terduga, jaman sekarang bisa diterjemahkan dengan asuransi *sumpah bukan iklan* Moral Story kedua, popularitas itu ada masanya, alias fana. Entah kapan, orang-orang akan melupakan mereka yang pernah jadi selebritis.  So,  masih mengejar ketenaran? 

Dengan kondisi fisiknya, ibu terasa lebih menakutkan daripada mengiba.  Ini terlihat ketika ibunya membunyikan lonceng (cara ibu memanggil anak-anaknya kalau butuh bantuan karena udah ga bisa ngomong), Rini bukannya buru-buru menghampiri ibu tapi malah protes sama Bondi (Nasar Annuz) dan Ian (M Adhiyat) yang lagi asik main ular tangga. "Biar gitu juga itu ibu kalian," kata Rini yang akhirnya mau ga mau menghampiri Ibu. Mungkin Tony (diperankan oleh Endy Arfian) yang paling sayang sama Ibu. Walau tengil dan 'ngeracunin' Bondi soal cita-cita pekerjaan jadi Gi**l*, Tony anak yang selalu sigap  saat ibu membutuhkan. Bahkan ritual menyisiri rambut ibu sudah jadi jobdes hariannya.  Belum bentuk bakti lainnya dari Tony. No more to tell, ya. Khawatir spoil alert.

Teror mengerikan mulai hadir setelah ibu meninggal. Membuat durasi film sepajang 107 menit serasa lebih dari dua jam. Cerita tidak berjalan lambat tapi terasa menyiksa untuk menunggu ending.  Setelah bagian cerita ibu meninggal, saya udah siap-siap menangkupkan kedua tangan di pipi. Properti paling gampang ketika horor mulai meringkus suasana studio hahaha.  Naik ke atas buat nutupin mata, geser ke tengah buat bekepin mulut, just in case teriak kaget atau takut.  Jangan sampai saya lempar makanan, minuman, apalagi hp. 

Dengan mempertahankan seting 80an, film ini berhasil menularkan susana spooky dari layar ke dalam bioskop. Rumah tua gaya jaman Belanda, sumur timba, lukisan, ranjang besi, lonceng klasik dengan pegangan kepala wayang, radio transistor, kursi roda nenek dan piringan hitam  plus pemutarnya  adalah beberapa properti horor yang bakal kebayang terus. Ah ya, tambah satu lagi, mainan pemutar slide film (yang seangkatan sama saya alias mengalami masa kanak-kanak di tahun 80an, masih inget, ga?) yang suka disewain sama mamang aromanis itu juga cukup horor di sini. Terus abis liat film ini,  saya jadi kangen sama mainan itu, tapi ga pake bonus penampakan ibu di situ, loh :D

Lanjut. 
Horor pertama yang cukup bikin  kaget  itu  ketika Bondi dan Ian melempar kain putih untuk menutup lukisan wajah ibu di dinding. Sik, kenapa ga minta tolong Tony atau Rini  buat nurunin lukisan itu, sih? Waktu masih sehat pun lukisan ibu sudah cukup mengerikan,  cocok sebagai gambaran pemuja setan yang suka dandan aneh.  Well, uji nyali pertama masih bisa saya lalui. Adegan demi adegan selanjutnya emang bener seperti dibilang Joko Anwar alias Jokan, kayak merambat di kulit centi demi centi. Walau ada dialog-dialog lucu, tetep aja PS berhasil menyelipkan kengerian meski sudah ada tanda-tandanya. Siap-siap aja banyak-banyak nahan nafas. Mau teriak? Silakan! Asal jangan banyak komenin film sama temen sebelanya. Tahan aja nanti kalau udah abis nonton aja. Annoying, soalnya.

 Kalau Bondi dan Tony  cukup terganggu dengan kehadiran  Ibu, Ian awalnya cukup kalem, malah pernah meledekin Bondi dengan bahasa isyaratnya yang gokil. Sementara Rini, antara percaya dan ga percaya dengan situasi yang terjadi. Dia lebih galau dengan cash flow rumah yang nafasnya satu-dua. Menu masakan pun bisa dibilang sangat sederhana. Kepusingan Rini jadi ditambah sama Bapak, malah pergi ke kota dengan alasan cari pekerjaan. Lengkap sudah penderitan 4 bersaudara ini. Sudahlah sekolah berantakan, bokek, eh diganggu ibu pula. 

Dibantu oleh Hendra (Dimas Aditya), Rini  akhirnya mau menemui seorang paranormal, Budiman (Egy Fedly) yang ternyata 'mantan'nya Ibu. Rini dan Tony akirnya mengetahui masa lalu ibu yang pernah terjerat dengan kelompok pengabdi setan yang berujung meminta tumbal. Antara masih percaya dan tidak percaya, Rini menemukan fakta masa lalu ibunya yang juga melibatkan nenek, bapak dan adik-adiknya.  Dengan tampang misterius khas paranormal, Budiman sempat bikin  saya pengin ketawa ketika bilang gini, "Karena terlalu dekat kami tidak pacaran. "
Cieee, Pak Budiman, di-friend zone-in hahaha. *apa sih*  Eh sebelum lupa, moral story berikutnya,  bukan cuma harta, tahta dan wanita (atau juga pria), faktor keturunan juga bisa membuat kadar keimanan seseorang menyurut, lalu membuat seseorang menempuh jalan sesat demi keinginannya itu terwujud. Anak-anak adalah obsesi lainnya bagi seseorang untuk tetap dipandang oleh orang lain. 

Walau keliatan jadul (ya iyalah), Hendra itu cukup charming sebagai sosok pemuda pada masa itu. Statusnya sebagai anak ustadz tidak menghalangi usahanya ngemodusin Rini.   Moral Story keempat: Kesolehan ortu tidak otomatis diwarisi anak.  Apalagi kalau ortunya ga soleh alias ibadahnya bolong-bolong. *eh kayak lirik lagu siapa gitu, ya?*

 Adegan paling creepy buat saya di film ini ada dua. Pertama ketika Ibunya gangguin Rini abis solat. Dalam film-film lawas, biasanya sosok hantu bakal menjerit kepanasan atau takut sama mereka yang soleh atau apapun yang berhubungan dengan simbol religi. Udah basi juga kali ya kalau malah itu yang berlaku. Yang kedua,  menjelang akhir film. Dalam satu situasi, Rini dan Tony yang membuka pintu malam-malam terus Ibunya berdiri di luar situ. Ga ngomong apa-apa tapi cukup bikin saya terpekik kaget. Paling kenceng se-studio pula. Kurang ajar! Ngagetin plus nyebelin.  Ketika beberapa penonton di deret yang sama (cuma terpisah tangga) sibuk bisik-bisik sepanjang film, pas saya teriak kaget, mereka malah khusyuk nonton. Ah ngehe, nih Ayu dan Jokan. Bikin saya malu aja :D

Dalam pikiran saya, kalau semestinya semasa hidup Ibu begitu mengharapkan kehadiran anak-anaknya (sampai-sampai dia menempuh jalan sesat agar bisa hamil dan punya anak), kenapa pas sudah meninggal dia malah ingin ngegusur anak-anaknya ke alam akhirat?  Apa karena naluri keibuannya sudah habis dimakan loyalitasnya sama setan, ya? 

Di sisi lain ucapan Ustadz yang bilang kalau  ga ada itu yang namanya hantu tapi jin yang menyerupai bisa jadi afirmasi buat kita untuk menetralkan efek serem sesudahnya. Kalau orang baik, ya di alam kuburnya dia bakal tidur tenang. Kalau jahat? Boro-boro ganggu orang, dia  bakal dibuat sibuk menghadapi 'interogasi' di alam kubur. Itu sih, senjata yang saya pakai, kalau tiba-tiba aja penampakan horor di film kebayang lagi :)  Dan ini emang bener, kok. Silahkan cari referensi-referensi yang valid, ya. Setiap manusia itu punya kembaran yang namanya Jin Qorin. Nah jin ini yang tiba-tiba ga ada kerjaan karena 'copy-an hilang' jadi iseng ganggu manusia di sekitarnya. Walau paradoks juga, ucapan Ustadz dengan kondisi di film itu. Ya namanya juga film, kan?

Sebagai anak tertua (Rini diceritakan  berusia 22 tahun), somehow saya merasa dandanannya ketuaan. Kalau dia diceritakan jadi ibunya Ian pun pantes aja. Sementara kalau protes sosok Bapak kurang tua, ini bisa dimaklumi, karena Jokan pernah cerita dalam preskon susah banget nyari karakter yang mendekati Bapak.  Dengan memaksimalkan makeup yang lebih tua, saya tidak mendapati kekurangan sosok bapak di sini.  Aksen melayu  setiap bapak muncul di film ini juga tidak tertangkap oleh saya.  

Untuk wardrobe, properti dan setingan lainnya, sudah cukup mewakili nuansa 80an, perfecto! Ditambah lagunya ibu di sana. Feel horornya dapet banget apalagi bunyi liriknya juga udah mengisyaratkan menagih janji sehidup semati. "Di kesunyian malam ini... Ku datang mehampiri....." 
Lirik selanjutnya saya ga hafal betul tapi nyebut-nyebut janji sehidup semati.  Hiiiy, ibu, Yang tenang aja di alam baka. Jangan ganggu lah.  Kalau film-film lain bikin kita suka sama lagu theme songnya, saya jamin kalian bakal males dengerin lagunya Ibu.
  
So, pas nonton nanti, siap-siap saja melorot di kursi, atau malah terloncat, tiba-tiba speechless saking takutnya atau malah sebaliknya bermetamorfosa jadi penonton yang norak karena  jerit-jerit kaget, atau terkekeh masam (abis dialog lucu disusul horor soalnya).  Terlepas dari beberapa bagian film yang mengundang tanya.  mendingan nikmati aja nontonnya. Jangan sampai didatengi Ibu dan gank dead walking atau bayangan hitamnya karena kebanyakan protes. 

Merencanakan Liburan Akhir Tahun Ke Jogja

$
0
0
Yeaaaah, it's october. Time flies, ya. Perasaan baru awal tahun kemarin saya pergi ke Jogja sendirian (beneran, ini) naik kereta untuk perayaan acara ulang tahun Komunitas Emak-emak Blogger di sana. Eh Sekarang udah mau masuk pergantian tahun, sekitar 3 bula kurang dikit lagi.

Wait, akhir tahun? Apa kabar resolusi?  *lalu hening, dan terdengar nada dering ponsel jadul kayak jangkrik itu* Sudahlah, jangan ditanya soal itu hahaha.

Kalau ngomongin lagi Jogja, resolusi dan akhir tahun, ada benang merahnya loh buat saya. Jalan-jalan ke sana!  Soalnya pas acara KEB tempo hari, rasanya (emang iya, bukan rasanya aja) belum semua saya ubekin. Lagian, enaknya maen ke Jogja kan asiknya jajanannya banyak yang murah-murah hehehe. Palingan yang sedap-sedap ngeri itu ya  sinar mataharinya, yang mana cuaca di sana cukup hot buat saya. Imbasnya? Sungguh, saya galau kalau saya semakin eksotik dibuatnya :D. Ya elah,  sebenarnya ga usah nyusahin diri juga, kali. Kan ada topi, kacamata, sun block endebra endebre....

Ya udin, daaripada curcol ga jelas,  mendingan kita  masukin rencana liburan ke Jogja ini ke wish list saya, ya.  Terus ke Jogja ngapain?  Ya jala-jalan, atuh.  Ini nih beberapa itenerary yang pengin saya kunjungin. 

Kulinerannya

 Saya bukan penggemar makanan manis sebenarnya. karena  sudah cukup manis *plak*  Nah, untuk kulineran di Jogja, gara-gara nonton film AADC 2 , Sate Klataknya Pak Bari dan Klinik Kopi kudu masuk list.  
sumber foto: http://arsip.tembi.net/makan-yuk/sate-klatak-pak-bari
Walau bukan seorang tipikal penggila kopi, tapi lihat setingan interior dan propertinya bikin saya pengen mampir ke sana.  Eh satu lagi, aroma kopi itu juga seksi buat hidung saya. Ga kalah menentramkannya dengan aroma petrichor. Hmm... kayaknya asik ya, ngopi di sana terus duduk dekat jendela menyesap kopi sambil menikmati pemandangan rinai hujan. Eaaaa awas ngelamun, Neng!
sumber foto: http://jogja.tribunnews.com

Jalan-jalan

Yes, yang bikin saya harus jeli gatur itenerary. Dengan limit waktu (juga anggaran) saya kepenginnya ngunjungin beberapa spot seperti Kali Biru yang trending dengan spot foto di pohonya, itu. lalu ada juga Taman Tebing Breksi (kalau liat foto-fotonya di internet mengingatkan saya sama jaman-jaman Romawi atau Yunani Kuno gitu), Gereja Ayam (ini masih ter-AADC ceritanya), De Mata Trick Eye Museum, Main-main Air di Gua Pindul, Lava Tur Merapi, Green Village Gedang Sari, Air terjun Sri Gethuk, kulineran malam di Malioboro, maen ke Keraton, terus  apalagi, ya? Hmmm.... *lalu lirik dompet dan list anggaran*

Taman Tebing Breksi, fotonya dari http://kitanesia.id/
Sumber foto http://www.yogya-backpacker.com/
sumber foto: https://www.njogja.co.id

Hunting Oleh-oleh

Nah untuk oleh-olehnya, bakpia  Jogja wajib masuk list oleh-oleh saya. Udah murah pilihannya buanyak. Puyeng, puyeng deh milihinnya, hahaha... Eh tapi biar ga puyeng sebenarnya kan bisa cari tau dengan nanya temen-temen yang asli Jogja. Minta rekomendasi,  bakpia mana  yang enyak pake banget dan murah pula . Selain bakpia, saya juga penggemar yangko dan jangan lupa mampir ke Beringharjo berburu batik, hmmm..... kalau buka jastip kayaknya asik juga, ya. Ya sambil jalan-jalan, sambil melirik peluang (((peluang))) income tambahan.   
Sumber foto: Tokopedia
Sumber foto: http://yogyakarta.panduanwisata.id
Sementara kalau masih nabung karena dana belum terkumpul tapi kepengiiiin banget ngemil oleh-oleh khas Jogja bisa diakalin deh dengan cara belanja tokopedia  misalnya.  Kadang dengan jenis dan merk yang sama, kita bis mendapatkan harga yang lebih murah. Ini tipikal emak (dan calon emak) yang seneng diskon atau dapetin harga murah tanpa haru pusing mikir jadi ratu tega yang kalau nawar  suka ga kira-kira. 

What Next?

Setelah menyiapkan budget yang cukup dengan printilan ini itu,  yang harus disiapkan juga adalah tiket menuju ke hatimu eh bukan ke Jogja maksudnya dan booking hotel/penginapan di sana. Kan ga mungkin kita gelar tikar di emperan toko Malioboro atau gegoleran (rebahan maksudnya) di stastiun :P. 

Untuk perjalanan luar kota kayak Ke Jogja, udahlah naek kereta itu pilihan utama buat saya. Biayanya relatif terjangkau. Mau ngirit ada kelas ekonomi. Kalau mau lebih nyaman, bisa ambil kelas bisnis atau eksekutif. Enaknya pake kereta juga bebas macet (ya iya atuh).  No worry lah soal fasilitas stasiun, mah. Pengalaman saya pergi darike stasiun-stasiun kereta, sudah pada yaman, kok. Ruang tunggu yang nyaman, toilet dan mukena yang bersih, ada charger station pula.

Nunggu kereta di Stasiun Bandung
Ruang Tunggu yang nyaman di Stasiun Tugu
Nunggu kereta menuju Bandung dari Stasiun Banjar
Biar well prepare, enaknya pesan tiket jauh-jauh hari. Apalagi saat ini, keberadaan gadget di tangan, mau ngapa-ngapain jadi serba gampang. Tinggal tap sini, tap sana. Pesan, transfer, selesai! Cek harga tiket kereta api bisa dilakukan dari HP.  Nah, pilih deh, mau pake kelas mana, untuk keberangkatan kapan dan sekalian aja pesan buat tiket balik. Hari gini  kalau pesan tiket kereta mepet waktunya riskan.Bisa-bisa ga kebagian. 

Alternatifnya bisa sih, pake pesawat, tapi nanti jatuhnya lebih mahal. Apalagi kalau budgetnya diempet-empet alias ngirit. Naik Bus? Bisa juga tapi yaaa, jadinya lebih lama. Saya ga suka ah kalau kelamaan mah.

Ngomong-ngomonbuat liburan akhir tahun nanti, kalian pengin jalan ke mana, sih?
Viewing all 732 articles
Browse latest View live