Buat sebagian orang, bekerja terikat apalagi dengan ritme kerja atau aturan perusahaan yang terasa ribet bisa bikin ga betah atau ga produktif. Ga berarti semua yang kerja lepas atau freelancer punya alasan ini, sih. Faktor usia karena batasan umur juga bisa jadi salah satu aalsannya. Banyak kok ibu rumah tangga yang masih bekerja dengan cara ini. Yang penting laporan beres sebelum deadline yang sudah ditentukan. Ga sedikit freelancer yang mulai menggarap pekerjaannya di malam hari. Semacam mahluk nokturnal kah? Hehehe... Saya kadang gitu, beresin kerjaan pada saat sore atau malam hari.
Namanya juga freelancer. Dia bisa milih pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Ada yang memang mendapatkannya secara reguler atau berkala. Tapi yang paling kentara dari seorang freelancer baisanya adalah dari besaran angka pendapatan yang didapatkannya. Bisa jadi bulan ini dapat fee lebih besar dari bulan sebelumnya karena kebanjiran (((banjir))) proyek. Eh tapi nih, ga jarang juga kalau pendapatan yang diterimanya lebih kecil. Selain memang pendapatannya naik turun, dia juga bakal dapat bayaran kalau bayarannya udah beres. Sebenarnya sih yang ini juga sama kayak karyawan kantoran, ya? Coba deh yang baru masuk kerja, dia kan baru dapat bayaran setelah satubm bulan kerja. Cuma enaknya sih - sepanjang pengalaman saya jadi freelancer - hubungan dengan pemberi job seperti klien jadi ga seperti bos/atasan dengan karyawan. Lebih enak. Soal fee dari proyek yang ditawarkan bisa dinegosiasikan.
Bukan soal besaran fee yang ditawarkan saja yang membuat kita memutuskan untuk bilang yes or no , take it or leave it. Mentang-mentang ditawari fee gede terus bilang iya aja? Enggak lah. Jangan ngeyel kayak Bandung Bondowoso yang ngerjain proyek seribu candi itu. Iya sih di ceritanya, itu adalah muslihat Mbak Roro Jongrang yang ogah kalau Bandung berhasil menyelesaikan tantangan gila itu. Pendeknya, ketika kita memutuskan untuk menerima tawaran job, pikirin deh, kira-kira kita kompeten, ga? Misalnya ketika ditawari pekerjaan yang mengharuskan saya menguasai skill editing video atau infografis, misalnya. Atau membuat pembukuan keuangan dan laporan pajak? Nah yang kayak gini saya akan skip. Nyadar diri lah.
Makanya selain memang harus selalu update dan upgrade dengan skill yang jadi modalnya, menjadi seorang freelancer juga harus bisa memanage keuangannya. Boleh sih punya pesta kecil setelah proyeknya itu tadi berhasil. Tapi mbok ya inget, masih ada esok hari. Kudu punya dana taktis sebelum datang lagi job berikutnya.
So, ini dia beberapa tips ala-ala saya untuk mengatur finansial sebagai seorang freelancer.
1. Catat Pemasukan
Biasanya sih, fee yang didapat saya terima via transfer ke rekening. Tapi kalau main tarik di atm atau gesek di kasir suka bikin lupa udah abis buat apa saja, sih? Makanya saya suka nyatet. Bulan ini nerima berapa? Terus, bulan ini perlu ngeluarin uang buat apa aja? Selain rata-rata pendapatan bulanan, saya jadi hafal kira-kira setiap bulannya bakal ngabisin berapa. Itu belum diitung kalau lagi dikitikin virus lapar mata hihihi.
Makanya saya bikin tuh satu pos pengeluaran tak terduga untuk mengantisipasi hal-hal kayak gini. Nominalnya ga usah gede, tapi lumayan ngerem pengeluaran biar ga sampai tekor gede. Kalau rajin ngitung, bisa kok kita mengestimasi rata belanja keperluan selama 3 bulan terakhir. Besar pasak daripada tiang? Jangan sampai! Sebisa mungkin ada sisa pendapatan yang kita sisihkan untuk ditabung atau investasi.
Makanya saya bikin tuh satu pos pengeluaran tak terduga untuk mengantisipasi hal-hal kayak gini. Nominalnya ga usah gede, tapi lumayan ngerem pengeluaran biar ga sampai tekor gede. Kalau rajin ngitung, bisa kok kita mengestimasi rata belanja keperluan selama 3 bulan terakhir. Besar pasak daripada tiang? Jangan sampai! Sebisa mungkin ada sisa pendapatan yang kita sisihkan untuk ditabung atau investasi.
2. Prioritaskan Kebutuhan Utama
Nah, begitu nulis anggaran bulanan yang harus dipenuhi, bisanya kita bakal inget pengeluaran rutin yang utama. Misalnya tagihan listrik, telepon atau pulsa (buat saya yang harus terakses dengan internet,pos belanja pulsa dan kuota internet pasti bakal selalu ada). Lalu kebutuhan lainnya misalnya transport rutin, toiletris bulanan dan sebagainya.
Buat sebagian orang kebutuhan utama belum tentu sama persis. Lebih ideal lagi anggaran bulanan tiap pos itu kita pisahkan dalam amplop yang sudah dikasih label. Nah, uang yang tersisa itu baru deh bisa dipake buat belanja diluar keperluan lain. Mau jalan-jalan atau senang-senang, eh tapi uang yang tersisa adanya di amplop yang lain? Ya udah, sabar aja. Skip dulu.
Buat sebagian orang kebutuhan utama belum tentu sama persis. Lebih ideal lagi anggaran bulanan tiap pos itu kita pisahkan dalam amplop yang sudah dikasih label. Nah, uang yang tersisa itu baru deh bisa dipake buat belanja diluar keperluan lain. Mau jalan-jalan atau senang-senang, eh tapi uang yang tersisa adanya di amplop yang lain? Ya udah, sabar aja. Skip dulu.
3. Pilih Pekerjaan Yang Lebih Menjanjikan
Maksudnya gini. Kalau dihadapkan pada pililhan job yang ahrus dibereskan, coba pilih mana pekerjaan yang bisa selesai cepat dengan fee yang sepadan. It’s oke kalau ternyata kita memilih pekerjaan dengan fee yang lebih besar, apalagi kalau ternyata lagi ada kebutuhan yang perlu support dana lebih. Oke, realistis, tapi sampaikan penolakan secara halus kalau ternyata kita tidak akan mengambil pekerjaan yang nominal feenya kecil tadi, ya. Attitude is #1
4. Mau ga Mau Kudu Hemat
Hemat sama pelit beda, lho. Hemat itu tau mana yang jadi prioritas, duluin mana yang butuh dan perlu dibandingkan dengan sesuatu yang tampak perlu padahal sebenarnya ingin. Ya, kan? Beruntung lah kalau ga punya kartu kredit karena lebih tertahan nafsu lapar matanya. Pinjem uang sih bisa jadi solusi ketika lagi bokek. Tapi saya suka segen atau malu kalau pinje muang hanya untuk pos yang sifatnya ga urgent alias mendesak.
Buat sebagian orang, memanfaatkan manfaat promo kartu kredit cashback, juga ga masalah buat memenuhi keinginan. Sesekali aja lho. Jangan sampai keterusan. Anggap saja sesekali memberi hadiah buat merayakan proyek yang bisa kita kerjakan.
Buat sebagian orang, memanfaatkan manfaat promo kartu kredit cashback, juga ga masalah buat memenuhi keinginan. Sesekali aja lho. Jangan sampai keterusan. Anggap saja sesekali memberi hadiah buat merayakan proyek yang bisa kita kerjakan.
5. Buat Anggaran untuk Masa Depan
Selain pengeluaran rutin bulanan, jangan lupa juga punya dana taktis buat masa depan. Kadang kita ga bisa memprediksi, apa sih yang bisa terjadi di waktu mendatang? Lah cenayang aja bisa meleset.
Jangan sampai ketika sakit misalnya kita ga punya uang untuk berobat atau kacamata harus diganti dan kita ga bikin pos untuk itu. Selain itu, seorang freelancer tidak mendapat tunjangan bulanan untuk keluarganya. Jadi untuk pos dana pendidikan, membeli rumah, atau untuk pensiun misalnya jangan sampai terlewatkan.
Dalam keadaan terdesak , ketika kita tidak punya klaim asuransi kesehatan misalnya, bila mempunyai kartu kredit bisa memanfaatkan promo kartu kredit cashback dan hemat dengan kartu kredit di Indonesia untuk memudahkan pembayaran.
Jangan sampai ketika sakit misalnya kita ga punya uang untuk berobat atau kacamata harus diganti dan kita ga bikin pos untuk itu. Selain itu, seorang freelancer tidak mendapat tunjangan bulanan untuk keluarganya. Jadi untuk pos dana pendidikan, membeli rumah, atau untuk pensiun misalnya jangan sampai terlewatkan.
Dalam keadaan terdesak , ketika kita tidak punya klaim asuransi kesehatan misalnya, bila mempunyai kartu kredit bisa memanfaatkan promo kartu kredit cashback dan hemat dengan kartu kredit di Indonesia untuk memudahkan pembayaran.