"Fiii, santai, kan? Ngopi-ngopi, yuk!" sapa Nchie kemarin siang di WA.
Saya inget-inget jadwal saya (cieee jadwal? sok sibuk) hari Rabu kemarin ga terlalu hectic. Beberapaa PR juga tinggal sedikit lagi, dan bisa diselesaikan sebelum deadline. Ya udah atuh, saya bilang, "hayu!"
Lokasi yang kami pilih adalah kafe ngopi yang ada di jalan Dago, Kopi Panggang. Bulan September 2015 kemarin sebenarnya saya dan teman-teman blogger Bandung udah pernah main ke sini juga, diundang sama ownernya, Kang Irvan).
Ceritanya ada di Ngorong dan Ngupil Asik di Kopi Panggang
Sekarang sih saya ke sana sama Nchie ya pengen aja datang ke sana atau kemauan kami.
![]() |
Suka kopi varian apa? |
Waktu itu juga sebenarnya sempat ngobrol sama ownernya Kang Irvan, tapi berhubung beliau sibuk dan banyak blogger yang kepo nanya ini dan itu, jadi waktu kami ngobrol cuma bentar aja.Ibarat sesi tanya jawab dalam diskusi, kan semua orang punya limit buat nanya, biar semua kebagian.
Sore kemarin, saya sama Nchie berkesempatan ketemu lagi Kang Irvan dan beliau masih inget sama kami. Mudah-mudahan ga bosen kami samperin ya, Kang hahaha... Sambil nunggu pesanan yang belum datang, akhirnya kami ngobrol. Saya pesan minuman cokelat dan Nchie mesen kopi. Padahal nih Nchie lebih dulu datang dan pesan dibanding saya. Wajar sih, ya kalau customer pengen dilayani cepet-cepet.
"Kok lama ya pesenan, Kang?" tanya Nchie.
"Iya, teh, kang di sini ciri khasnya emang serving time."
Catet, serving time!
Kopi Panggang memang punya metode khusus untuk penyajian kopinya, dengan cara manual brewing. Bukan cuma bahan yang fresh aja, cara pengolahannya juga berbeda. Sebelum pesanan dihantarkan, biji kopi baru diolah untuk menghasilkan rasa yang mentap dan beneran fresh. Jadi bukan kopi serbuk gitu. Menurut Kang Irvan, rasanya bakal beda kalau diolah langsung dari biji kopinya. Untuk satu porsi pemesanan, diperlukan waktu kurang lebih sekitar 8-10 menitan gitu, deh. Belum lagi perhitungan suhu air, timing saat mengolah dan printilan lainnya. Kalau sebelum kita sudah ada yang memesan, tinggal perkirakan aja,berapa lama pesanan kita akan diantarkan oleh waiter/waitressnya.
![]() |
ngopi cantik, yuk |
So, saya menarik kesimpulan kalau ngopi itu bukan cuma seni menikmati minuman favorit atau teman ngobrol. Tapi ngopi ini juga belajar bersabar baik buat yang nunggu dibuatkan, dan barista yang mengolahnya juga. Iya beneran. Kan pelanggan adalah raja. Ga boleh asal dong kasih menu pesanan sama pengujung. Kebanyakan gula, terlalu pahit atau minus lainnya. Soalnya nih, salah dikit aja rasanya bakal beda.
Saya jadi ingat sama postingan di akun IG-nya Kopi Panggang yang mengunggah foto barista yang sedang nge-brewing kopi gitu. "Siga ngelepekan japati," kalau urang Sunda bilang. Itu lho kayak mengayun-ngayunkan burung merpati yang ada di tangan kita agar merpati yang lain datang menghampiri. Kalau masa remaja atau masa kecilnya dilalui di tahun 90an pasti pernah ngalamin ini. *lagi-lagi 90's never dies, ya*
Selain membuat baristanya jadi berolahraga ringan gitu, lumayan kalau ga sempet fitness :D (kebayang kan kalau pengunjung lagi rame gitu, barista bakal sering bermain 'kekelepakan' dan pegel pastinya), baristanya juga ga boleh ngelamun, ga boleh galau biar fokus. Ga boleh galau ternyata ya jadi barista? :D
Ish, ternyata ya, ngopi itu ternyata ada filosofinya. Oke, abis nulis ini saya jadi keingetan buat baca novelnya Filosofi Kopi Dewi Dee. *Iya, saya belum baca,nih :D*
Ngomongin rasa, kopi yang disajikan di sini beneran kopi lokal punya. Selain kopi Aceh, ada kopi Toraja, Bali, Toraja, Papua dan kopi dari Jawa Barat, yang dipasok dari Puntang, Garut dan Lembang. Special note buat kopi Puntang, nih ternyata 80% hasil panennya udah diekspor ke luar negeri.Cuma 20% aja yang dipasarkan di dalam negeri. Ketika kebanyakan di sini kita lebih menyukai kopi ala-ala franchise di kafe-kafe, ternyata kopi lokal kita lebih diminati. Inget ga? Sampai-sampai Manhattan Transfer sampai bikin lagu dengan judul Java Jive. Ah, beneran ada, bukan Java Jive band anak muda (((muda))) tahun 90an yang digawangi Fatur dan Dani itu. Ngomongin lagunya, asik juga didengerin lho, catchy gitu.
![]() |
lirik catchynya java Jive Manhattan Transfer |
Soal selera sih, ya mau ngopi dengan biji kopi Brazil, kopi arab, vietnamese atau kopi lainnya termasuk kopi yang disajikan di kafe gitu.
Baca soal kopi lainya di artikel Mengeksiskan Kopi Indonesia, Mengkudeta Dominasi Kopi Brazil
Soal selera, itu kan preferensi yang pribadi. Tiap orang pasti punya skala berbeda. Kayak saya yang lebih suka kopi yang soft. Dikasih kopi tubruk, atau kopi yang acid/strong gitu mah lewat aja, nyerah. Mau di rumah atau di kafe, menikmati kopi dalam gelas atau mug yang kita sukai bakal jadi pengalaman me time yang itu tadi, berbeda tiap orang. Ada yang sambil ngobrol,bengong atau mikir serius hehehe. Iya ga?
Suka kopi lokal yang proses pengolahannya masih manual, atau kopi olahan? Ala-ala kopi panggang ini adalah salah satu rekomendasinya. Belum tau juga kafe lainnya di Bandung yang punya sajian gini. Meski bukan maniak sampai masuk list menu harian yang kudu ada, sesekali sebagai minuman rekreasi buat saya mah ya boleh, atuh. Selama ga over dosis :D.
Nah, kalau mau datang ke kafe dengan cara penyajian manual brewing ini, jadilah pengunjung yang woles karena harus sabar nunggu. Karena itu tadi, proses penyajiannya emang rada lama.Tapi kalau pesen teh, smoothie atau minuman cokelat dan lainnya sih ga lama. Kayak kemaren itu, pesanan cokelat saya datang lebih dulu.
So, kalau ada yang ga sabar nungguin kopi manual brewing ini, kemungkinannya ada dua,yang satu ga sabar atau dia ga tahu kalau ternyata mengolah kopi itu ada tekniknya, untuk menghasilka nkopi yang pas. Bawa aja lappy atau cek agendanya, kerjain to do list yang kira-kira udah waktunya disetorin, tau-tau akang waiter atau teteh waitress udah tersenyum manis menghampiri, ngasihin pesanan kita.